"Pengerahan pendonor ... berupa fasilitasi pembuatan wasiat medik dan kegiatan pengerahan pendonor lain," bunyi Pasal 4 ayat (4) PP 53/2021.
Kemudian pada Pasal 6 disebutkan pendonor transplantasi organ terdiri dari pendonor hidup atau pendonor mati batang otak atau mati otak.
Pendonor tersebut, disebut dalam Pasal 7, bisa berasal dari pendonor yang memiliki hubungan darah atau suami/istri atau pendonor yang tidak memiliki hubungan darah dari resipien.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak diundangkan. PP tersebut diteken Presiden Jokowi pada 4 Maret 2021 dan kemudian diundangkan sehari kemudian.
"Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan," bunyi pasal 68.
Jual Organ
Praktik jual beli organ manusia memang bukan barang langka. Tidak heran, ada banyak iklan di media maupun internet yang menawarkan hal itu.
Di Indonesia, kerap kita mendengar orang yang menjual ginjalnya dengan harga ratusan juta rupiah.
Adanya iklan-iklan yang menawarkan jualan organ manusia diakui oleh Dr Nur Rasyid, SpU dari departemen urologi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dokter yang praktik di RSCM Jakarta itu mengaku sering menerima telepon dari orang-orang yang ingin menjual organnya karena butuh uang.
"Beberapa kali kami ditelepon orang yang menawarkan ginjal. Tapi pada prinsipnya, dokter dilarang keras menjadi perantara jual beli organ," tegas dr Rasyid.
Pada prinsipnya transaksi seperti ini dilarang di berbagai negara. Karena itulah penjualan organ tubuh di pasar gelap kemudian marak terjadi.
Permintaan yang tinggi ini membuat bisnis jual beli organ manusia di pasar gelap tumbuh subur.
Di Amerika Serikat misalnya, setidaknya ada 123.000 orang yang membutuhkan organ tubuh.
Melansir Seeker, menyebutkan bahwa jika Anda bisa menjaga setiap organ tubuh dan bahan kimia di tubuh Anda, Anda bisa menghasilkan US$ 45 juta atau sekitar (Rp 633 miliar).