TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Potongan video berisi ajakan kekerasan oleh pria bernama Cecep Habib terhadap Menko Polhukam Mahfud MD viral di media sosial baru-baru ini.
Kasus ini akhirnya berakhir damai dan tidak berlanjut ke proses hukum setelah Mahfud MD bersedia bertemu dengan Cecep Habib dan bersedia memberi maaf kepada yang bersangkutan lewat mediasi oleh Virtual Police.
Mahfud MD menyatakan apresiasinya kepada Polri memberikan rasa keadilan bagi kedua belah pihak dalam penanganan kasus ini.
Mediasi Virtual Police yang menggelar pertemuan antara Cecep Habib dan Mahfud MD sendiri digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, hari ini, Jumat (26/3/2021).
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi hadir mewakili Kapolri dan Kabareskrim.
Kasus ini bermula dari viralnya potongan video seseorang di media sosial. Dalam video itu, pria yang belakangan diketahui bernama Cecep Habib ini menyampaikan ajakan kekerasan terhadap Mahfud MD.
Baca juga: Bacakan Eksepsi, Rizieq Shihab Singung Nama Mahfud MD dan Kerumunan di Bandara Pada 10 November 2020
"Oh iya, mungkin kalau Pak Mahfud Md-nya disuruh tengkurap, terus ditendang kepalanya, terus diinjek pakai sepatu dan dipukul dengan senjata laras panjang.
"Kemudian ditembak di dadanya beberapa tembakan, mungkin dia baru bisa mengatakan pelanggaran HAM berat kalau itu terjadi pada dia."
"Ditendang kepala dia, diinjek ya, terus kemaluannya sampai diinjak juga. Dipukul dengan laras senjata mungkin baru Mahfud mengatakan ini pelanggaran HAM berat karena itu dilakukan kepada dirinya."
"Kalau kepada orang lain tidak, walaupun sampai mati disiksa juga, tidak pelanggaran HAM berat karana orang lain. Jadi harus Mahfud Md merasakan dulu," demikian ucapan Cecep Habib dalam potongan video berdurasi 50 detik yang viral di medsos.
Baca juga: Apa Perbedaan Tim Cyber dengan Polisi Virtual? Begini Penjelasan dari Pengamat Hukum
Unggahan yang viral ini kemudian masuk radar virtual police.
Setelah dilakukan proses komunikasi awal dengan tim virtual police, Cecep Habib kemudian menyadari bahwa pernyataannya salah dan bermaksud untuk meminta maaf secara langsung kepada Mahfud Md. Kemudian terjadilah pertemuan pada hari ini.
Baca juga: 105 Konten Sosial Media Kena Teguran Virtual Police Karena Berpotensi Langgar UU ITE
Langkah mediasi oleh tim virtual police ini merujuk pada Surat Edaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Nomor SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Dalam kesempatan bertemu Mahfud MD di kantornya, Cecep Habib menyampaikan perhohonan maaf secara terbuka kepada Mahfud MD.
Dia mengakui ucapannya dalam video yang viral berisi ajakan kekerasan terhadap Mahfud Md itu salah.
Dia juga menyatakan permohonan maafnya dilakukan tanpa paksaan dari pihak manapun.
"Untuk itu makanya saya menyampaikan permohonan maaf yang setulus hati yang mendalam atas kesalahpahaman saya sampai saya membuatkan video," kata Cecep Habib dalam video yang viral dan ditunjukkan Kemenko Polhukam, Jumat (26/3/2021).
Sudah Hapus Videonya
Cecep Habib mengaku sudah menghapus video tersebut dan meminta siapapun yang mengunggah video tersebut di media sosial agar segera menghapusnya.
Cecep Habib juga menyampaikan terima kasih bila Mahfud Md memaafkan dirinya.
Cecep menyatakan pernyataan Mahfud MD di media terkait tewasnya 6 laskar FPI sudah benar dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Cecep Habib juga berjanji ke depan akan terus mendukung program pemerintah dan mensosialisasikan dalam syiarnya di masjid.
Menanggapi pernyataan Cecep Habib, Mahfud Md mengapresiasi pertemuan yang terselenggara berkat komunikasi awal yang dilakukan tim Bareskrim Polri itu.
Mahfud MD menyatakan bersedia memaafkan Cecep Habib yang sudah menyadari kesalahannya.
Mahfud MD juga mengingatkan ucapan Cecep Habib dalam video viral itu hoax dan bisa berdampak sanksi hukum apabila pihak yang dirugikan tidak menerima.
Terkait penanganan kasus tewasnya 6 laskar FPI, Mahfud menyebut Komnas HAM sudah menyatakan kesimpulan bahwa itu bukanlah pelanggaran HAM berat setelah melakukan analisa mendalam.
Mahfud Md juga memberikan wejangan kepada Cecep Habib yang datang bersama putranya.
Mahfud MD kemudian meminta priap yang sehari-hari sebagai pengurus masjid di salah satu masjid di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, itu agar fokus membina jamaah di masjid yang dikelolanya.
Mahfud yang saat ini berada di pemerintahan juga menegaskan siap dikritik oleh siapapun, asal tidak melakukan tindakan melawan hukum.
Mahfud MD juga mengapresiasi Kapolri dan Kabareskrim dalam penanganan kasus ini lewat program Virtual Police dengan mengedepankan SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Menurut dia, Polisi Siber Indonesia sudah sangat kompeten dalam melaksanakan tugas.
Dia juga mengajak masyarakat menjadikan kasus ini pelajaran berharga. Dia meminta semua bijak bermedia sosial dengan tidak menyebar hoax dan ujaran kebencian.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan surat edaran bernomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Surat edaran itu salah satunya berisi permintaan kepada penyidik polisi agar mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
Listyo meminta penyidik memprioritaskan langkah damai dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
Lewat surat edaran tersebut, Sigit meminta seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan dimaksud, Polri diminta senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif sehingga dapat menghindari adanya dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.
"Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium), dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara," demikian bunyi surat itu.
"Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme," sebut isi surat edaran Kapolri.