TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah resmi melarang masyarakat untuk melakukan mudik pada Lebaran 2021 Mei mendatang.
Seperti penyelenggaraan mudik tahun sebelumnya, Pemerintah berharap larangan mudik 2021 dapat menekan penyebaran covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan larangan ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat.
"Yang terakhir dan yang paling penting larangan mudik akan dimulai pada tanggal 6 Mei sampai dengan 17 Mei 2021," tutur Muhadjir dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/3/2021).
Baca juga: Menteri Sandiaga Minta Masyarakat Patuhi Anjuran Tidak Mudik di Lebaran Ini
Di sisi lain, kebijakan Pemerintah tersebut mendapat tanggapan dari pakar trasnportasi, Djoko Setijowarno.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) Pusat ini mengungkap poin-poin penting yang harus dilakukan Pemerintah seiring dengan pelarangan mudik.
Yakni mulai dari pemberhentian total seluruh operasional transportasi tertanggal yang telah ditentukan.
Baca juga: Masalah Mudik Lebaran, Waka DPD RI Meminta Pemerintah Tegas
Kemudian tidak ada pengecualian untuk larangan mudik 2021 yang dinilai berpotensi menimbulkan berbagai penafsiran dan penyimpangan.
"Jika pemerintah mau serius melarang, caranya mudah. Pada rentang tanggal yang sudah ditetapkan itu, semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta dan pelabuhan dihentikan," jelasnya kepada Tribunnews.com.
"Tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan," ucapnya.
Djoko juga menyoroti operasi lapangan yang harus diperbaiki pada tahun lalu lantaran pembatasan hanya mampu menghalau kendaraan roda empat ke atas.
Sementara sepeda motor dapat melengang sampai tujuan, karena banyak jalan pilihan yang dapat dilalui.
Dampak Pengusaha Transportasi Darat
Dikatakan Djoko, pengusaha transportasi darat yang merasakan dampak kebijakan larangan mudik Lebaran tahun lalu.
Lanjutnya, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diusulkan Organda tidak ditanggapi serius oleh pemerintah.
"Adanya bantuan ke pengemudi transportasi umum selama tiga bulan, kenyataannya tidak tersalurkan tepat sasaran. Pengemudi ojek justru ikut mendapatkan bantuan itu," katanya.
"Tidak ada kordinasi dengan Organda setempat. Tidak ada satupun instansi pemerintah memiliki data pengemudi transportasi umum yang benar."
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata juga memaparkan, keringanan pajak dan retribusi (PKB, BBNKB, PBB, pajak reklame, UKB, retribusi parkir dan emplasemen) terhadap penyelenggaraan transportasi umum di daerah tidak didapat.
Menurutnya, Pemda masih menganggap transportasi umum sebagai sumber pendapatan daerah yang potensial dan Pemerintah termasuk pemda belum menganggap transportasi umum sebagai bagian dari kebutuhan hidup yang wajib mendapat dukungan semua pihak.
Hal lain, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Perhubungan bekerjasama dengan ITB tahun 2020 telah melakukan penelitian atau kajian dampak pandemi covid-19 terhadap keberlanjutan bisnis transportasi umum darat.
"Sejumlah rekomendasi sudah diberikan agar bisnis transportasi umum darat tidak terpuruk ke titik nadir. Apakah rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan pemerintah?" ucap Djoko.
Lantas dari hal itu, Djoko menganggap perlunya gotong royong semua instansi pemerintah pusat hingga daerah untuk memberikan bantuan terhadap bisnis transportasi umum darat.
Hal ini supaya keberlanjutan bisnis transportasi umum darat tetap terjaga.
Djoko pun mengatakan perlunya penyempurnaan regulasi tahun lalu tentang penyelenggaraan melarang mudik lebaran secara nasional.
Artinya jangan hanya berdasar Peraturan Menteri Perhubungan dan untuk lingkup DKI Jakarta ada Peraturan Gubernur.
"Oleh sebab itu, terbitkan Peraturan Presiden tentang Pelarangan Mudik Lebaran Tahun 2021. Supaya ada anggaran khusus bagi Polri dalam melaksanakan pelarangan Mudik Lebaran 2021 dapat bekerja maksimal," tegasnya.
"Ini sangat strategis karena dampaknya terkait kepercayaan dan keberhasilan program penanganan covid."
"Semestinya Presiden dapat turun langsung ikut menangani dan memantau. Kalau tidak ada perintah Presiden langsung disangsikan apakah Polri mau bekerja maksimal di lapangan," tambah dia.
Diberitakan sebelumnya Pemerintah memberlakukan peniadaan mudik mulai dari 6 Mei hingga 17 Mei 2021.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan larangan ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat.
"Yang terakhir dan yang paling penting larangan mudik akan dimulai pada tanggal 6 Mei sampai dengan 17 Mei 2021," tutur Muhadjir dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/3/2021).
Muhadjir menegaskan agar masyarakat tidak melakukan perjalanan keluar daerah selama tanggal larangan tersebut.
Perjalanan keluar daerah diperbolehkan untuk kebutuhan yang mendesak.
"Sebelum dan sesudah hari dan tanggal itu diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan yang keluar daerah. Sepanjang kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu," ucap Muhadjir.
Keputusan tersebut diambil setelah Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan sejumlah menteri dan lembaga terkait.
"Maka ditetapkan bahwa pada tahun 2021 mudik ditiadakan," ujar Muhadjir.
Berita tentang Mudik Lebaran 2021 di Tribunnews.com
(Tribunnews.com/ Chrysnha)