News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PROFIL Abdullah Hehamahua yang Sebut Bom Bunuh Diri di Makassar Hanya Pengalihan Perhatian

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdullah Hehamahua.

TRIBUNNEWS.COM - Atribut FPI ditemukan di salah satu rumah terduga teroris di Jakarta dan Bekasi, saat polisi melakukan penggrebekan pada Senin (29/3/2021) kemarin.

Menanggapi penemuan tersebut, Tokoh TP3, Abdullah Hehamahua, menilai bahwa itu hanyalah sebuah operasi intelijen.

Hal itu disampaikannya kepada wartawan usai beraudiensi dengan Fraksi PKS DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/3/2021).

"Semua itu adalah operasi intelijen," kata Abdullah.

Baca juga: TP3 Sebut Temuan Atribut FPI dari Terduga Teroris Jakarta-Bekasi Bagian dari Operasi Intelijen

Baca juga: Setelah PKS, TP3 Akan Keliling Fraksi-fraksi Lain Minta Bentuk Pansus Angket Kematian 6 Laskar FPI 

Abdullah menyebut, temuan atribut FPI di kediaman terduga teroris hanyalah upaya rekayasa untuk mengalihkan perhatian terhadap kematian 6 anggota FPI.

"Itu adalah operasi intelijen untuk mengalihkan perhatian terhadap TP3, mengalihkan perhatian terhadap HRS (Rizieq Shihab), maka ada bom."

"Coba Anda perhatikan bom pagi, siang ditangkap. 6 orang dibunuh (anggota FPI) sudah berapa bulan tidak tahu siapa pembunuhnya. Itu bukti operasi intelijen," ujarnya.

Lantas, siapakah Abdullah Hehamahua ini?

Baca juga: Bertemu TP3, Fraksi PKS Dorong Pembentukan Pansus Angket Investigasi Kematian Laskar FPI

Baca juga: Tanpa Amien Rais, TP3 Laskar Pembela Rizieq Shihab Temui Fraksi PKS DPR

Profil Abdullah Hehamahua

Berikut profil Abdullah Hehamahua yang telah dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber.

Nama Abdullah Hehamahua mulai dikenal banyak orang saat ia menjadi penasihat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilansir Tribun Jambi, Abdullah Hehamahua lahir di Ambon pada 1947.

Semasa kuliah, Abdullah pernah mengikuti organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Abdullah juga pernah menjadi wartawan dan penyiar radio Arief Rahman Hakim pada tahun 1975-1976.

Setelah menjadi wartawan dan penyiar radio, Abdullah meneruskan karisnya menjadi seorang editor di Majalah Cipta Kementerian Pekerjaan Umum di tahun 1976 – 1979.

Memiliki pengalaman sebagai pengajar menjadikan Abdullah sebagai Dosen Akademi Dakwah Muhammadiyah Singapura pada tahun 2000 – 2001.

Baca juga: Konferensi Pers TP3 di Hotel Kawasan Tanah Abang Sempat Didatangi Kepolisian, Ini Sebabnya

Baca juga: TP3 Gelar Tahlilan 100 Hari Tewasnya 6 Laskar FPI: Jalan Masih Panjang, Kita Berlindung kepada Allah

Jadi Pemimpin TP3 Enam Laskar FPI

Diketahui, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI dibentuk atas dasar keprihatinan kasus meninggalnya enam orang anggota FPI di km 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Selain itu, banyak pihak juga yang tak mau bersuara terkait dengan insiden tersebut.

TP3 beranggotakan 18 orang, di antaranya ada Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, serta eks Ketua KPK, Busro Muqoddas.

Abdullah Hehamahua didaulat menjadi Pemimpin TP3, sedangkan Marwan Batubara menjabat sebagai Sekretaris TP3.

Sementara mantan Ketua MPR, Amien Rais, menjabat sebagai Penasihat TP3.

Baca juga: TP3 Sebut 6 Laskar FPI Tidak Bersenjata dan Tidak Menyerang Polisi

Baca juga: Awal Mula Rombongan Amien Bertemu Jokowi: Sempat Ditolak Mahfud, TP3 Tiba-tiba Dipanggil Istana

Pernah Calonkan Diri Sebagai Pimpinan KPK

Abdullah mulai aktif di lembaga pemerintah dengan menjabat sebagai Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara/PKPN di tahun 2001 – 2004.

Pada tahun 2005, kemudian Abdullah memulai kariernya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menjabat sebagai penasehat KPK dari tahun 2005-2013.

Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua keluar dari Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/3/2014). Semua mantan pimpinan KPK berkumpul untuk membahas polemik pelimpahan kasus Komjen BG ke Kejagung yang menuai banyak protes. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN (WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN)

Baca juga: 3 Perempuan Terduga Teroris Terkait Bom di Gereja Makassar Ditangkap, Ini Peran Mereka

Baca juga: Abdullah Hehamahua Sebut Bom Bunuh Diri di Makassar Hanya Pengalihan Perhatian

Tak hanya itu, pria yang sering menggunakan peci hitam ini juga pernah ditunjuk sebagai Ketua Komite Etik KPK.

Komite Etik berkait dengan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh beberapa pejabat KPK.

Abdullah juga pernah mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK pada tahun 2011.

Namun, ia tidak lolos dalam seleksi calon pimpinan KPK tersebut.

Baca juga: Tersangka Teroris Condet dan Bekasi Berencana Rakit 100 Bom Low Hingga High Explosive di Rumah

Baca juga: SOSOK Wanita Terduga Pelaku Bom Bunuh Diri Makassar, Pengantin Baru hingga Penjual Makanan Online

Pernah Ungkap Pernyataan Mengejutkan Soal Jokowi

Dilansir Tribunnewswiki, Abdullah Hehamahua pernah menyebutkan pernyataan mengejutkan tentang Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut ia sampaikan ketika berbicara dalam diskusi Islamic Lawyers Forum bertema "Revisi UU KPK perlemah pemberantasan Korupsi?"

Diskusi itu diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat pada 22 September 2019 di Jakarta.

Salah satu pernyataan Abdullah Hehamahua dalam acara tersebut berkaitan dengan nasib Jokowi jika kalah Pilpres 2019.

Baca juga: Pelaku Bom di Makassar Belajar dari Medsos, GAMKI: Masyarakat Harus Proaktif Laporkan Konten Radikal

Baca juga: Densus 88 Masih Dalami Keterkaitan 4 Terduga Teroris di Jakarta-Bekasi dengan FPI dan Bom Makassar

Abdullah Hehamahua mengaku kasihan pada Jokowi jika itu terjadi, karena menurutnya Jokowi akan ditangkap.

Hal itu berhubungan dengan pembangunan infrastruktur berbagai daerah di Indonesia.

"Menjelang Pilpres 2019, saya katakan, secara pribadi saya kasihan sama Jokowi karena kalau dia tidak terpilih 2019, dia akan ditahan, akan ditangkap," katanya.

Abdullah pun mengungkapkan alasannya, yakni karena semua proyek pembangunan infrastruktur dari Aceh sampai Papua itu melanggar peraturan perundang-undangan.

Sebab, ia melanjutkan, Jokowi menggunakan Keppres, bukannya Undang-Undang.

Baca juga: 3 Poin Instruksi Kapolri Soal Pengamanan Pasca Insiden Bom Bunuh Diri di Makassar

Baca juga: Densus 88 Masih Dalami Keterkaitan 4 Terduga Teroris di Jakarta-Bekasi dengan FPI dan Bom Makassar

Abdullah Hehamahua juga melaporkan, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama tiga tahun berjalan terdapat ratusan bukti pelanggaran dalam proyek infrastruktur.

"Kalau audit BPK dari 2015 sampai 2018 ada 400 lebih pembuktian pelanggaran, yang itu ada, saya lupa, 300 something triliun terhadap proses itu."

"Oleh karena itu maka, dia akan terpilih 2024, supaya dia tidak ditangkap 2019, tapi kan 2024, itu Undang-Undang Dasar menetapkan hanya sampai dua periode."

"Maka kemudian setelah 2024 dia tidak calon lagi, ditangkap, sehingga saya bilang, daripada lima tahun rugi negara, ya sudah dihentikan 2019 saja," ungkap Abdullah Hehamahua.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Chaerul Umam)(Tribun Jambi/Andika Arnoldy)(Tribun Network/fik/dod)(Tribunnewswiki/Saradita Oktaviani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini