Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan sekurangnya 900 terduga teroris ditangkap sejak Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme terbit.
Ahmad menilai UU yang merupakan revisi dari UU nomor 15 tahun 2003 yang sebelumnya juga pembaruan dari Perpu nomor 1 tahun 2002 tentang terorisme tersebut bagus meski UU tersebut belum mampu menjangkau aspek paham atau ideologinya.
Hal itu, kata Ahmad, karena UU tersebut memungkinkan Densus 88 antiteror untuk melakukan penindakan pencegahan aksi teror atau preventif strike.
Baca juga: BNPT: Teroris di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri Punya Kaitan Ideologi
Hal tersebut disampaikannya ketika berbincang dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domuara D Ambarita di kantor redaksi Tribunnews Jakarta pada Kamis (1/4/2021).
"Sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 sudah lebih dari 900 orang ditangkap oleh Densus. Dan mayoritas adalah hasil preventif strike tadi. Undang-Undang ini memungkinkan penangkapan sebelum melakukan aksi. Berbeda dengan sebelumnya, aksi dulu baru ditindak," kata Ahmad.
Ahmad menjelaskan sejumlah indikator yang digunakan untuk menentukan seorang penganut radikalisme terorisme dapat dianggap masuk ke dalam jaringan teror yang bisa ditindak dengan preventif strike.
Pertama, orang tersebut sudah dibaiat.
Baca juga: Azis Syamsuddin: Implementasi Perpres RAN PE, Kunci Redam Aksi Terorisme
Kedua, mereka sudah melakukan pengajian-pengajian.
Ketiga, mereka telah melakukan latihan-latihan persiapan perang, termasuk merakit bom.
"Kemudian berdasarkan analisa intelijen dan penyidik bahwa orang atau kelompok ini berpotensi kuat akan melakukan aksi teror dan sudah memenuhi unsur-unsur teror. Maka bisa dilakukan preventif strike," kata Ahmad.
Baca juga: Terduga Teroris Beraksi Lonewolf di Mabes Polri, Polisi Menilai ZA Mempelajarinya dari Internet
Menanggapi tudingan adanya kecolongan atau kelalaian dari pemerintah terkait aksi teror di Gereja Katedral Makassar atau di Mabes Polri, Ahmad mengatakan tidak ada kesempurnaan dalam hidup ini.
Kedua, kata dia, aksi teror tersebut tidak bisa mengeneralisir upaya penanggulangan aksi teror lain yang terbukti telah berhasil.
"Kami siap dikritik. Karena memang bagi kami dipuji tidak akan terbang, dicaci, dihina, tidak akan tumbang. Karena niatan kami mengabdi untuk masyarakat dan negara," kata Ahmad.