TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Lia Aminuddin atau yang kerap disapa Lia Eden.
Pemimpin Sekte Kerajaan Tuhan, Lia Eden dikabarkan meninggal dunia pada Jumat (9/4/2021).
Namun, kabar meninggalnya Lia Eden sendiri baru diketahui publik pada Minggu (11/4/2021).
Lia Eden ini pernah menjalani hukuman terkait kasus penodaan agama.
Lantas siapakah Lia Eden?
Baca juga: Lia Eden Dikabarkan Meninggal Dunia, Berikut Sosok dan Sepak Terjangnya yang Penuh Kontroversi
Baca juga: PROFIL Pangeran Philip, Suami Ratu Elizabeth II, Meninggal Dunia Hari Ini di Usia 99 Tahun
Profil dan Sosok Lia Eden
Dikutip dari Tribunstyle.com, Lia Eden yang memiliki nama asli Lia Aminuddin ini lahir di Jakarta, 21 Agustus 1947.
Nama Lia Eden dikenal karena ia mengaku mendapat wahyu dari malaikat Jibril.
Menurut pengakuannya, malaikat Jibril memberikan wahyu padanya untuk mendakwahkan sebuah aliran kepercayaan baru melanjutkan ajaran 3 Agama Samawi.
Agama Samawi yang dimaksud adalah Yudaisme, Kekristenan, dan Islam, serta menyatukan dengan agama-agama besar lainnya termasuk Buddhisme, Jainisme, dan Hindu di Indonesia.
Aksi kegiatan sekte Kerajaan Tuhan berlangsung di kediaman Lia Eden.
Tak lama kemudian, ia ditangkap atas dugaan penodaan agama, menghasut, dan mengajak masyarakat untuk mengikuti ajarannya.
Ajaran Lia Eden
Dikutip dari Kompas.com, jauh sebelum penangkapan, pada 1997, Lia Eden mengklaim bahwa dirinya telah mendapat wahyu dari Malaikat Jibril sehingga ia mempelajari aliran paranealis atau lintas agama.
Pada 1998, Lia yang terlahir sebagai agama Islam kemudian mempelajari agama Kristen.
Selain itu, ia juga merilis sebuah buku berjudul "Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir" yang berisi mengenai aliran yang ia dalami.
Lia juga memahami reinkarnasi dari ajaran Hindu, mengklaim diri sebagai titisan Bunda Maria sekaligus menyatakan putranya, Ahmad Mukti, sebagai Yesus Kristus.
Tak hanya itu saja, Lia menerapkan beberapa aktivitas yang disebutnya ajaran agama Buddha seperti meditasi dan memahat patung.
Baru pada pertengahan 2000, Lia mendeklarasikan agama baru, Salamullah, sebagai penyatuan dari semua agama yang ia pelajari.
Beberapa ajaran Salamullah antara lain menyatakan shalat dalam dua bahasa sah, mengkonsumsi babi adalah halal, mengadakan ritual penyucian seperti menggunduli kepal, membakar tubuh, dan sebagainya.
Baca juga: Pangeran Philip Meninggal Dunia di Usia 99 Tahun, Ini Catatan Medisnya Satu Dekade Terakhir
Baca juga: 2 Bulan Lagi Ulang Tahun ke-100, Pangeran Philip, Suami Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia
Kronologi Penangkapan Lia Eden
Ribuan warga mengerumuni kediaman Lia Eden untuk memprotes penyebaran ajaran Lia, termasuk mengaku mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dan mengklaim diri sebagai Imam Mahdi.
Polisi kemudian menangkap paksa Lia Eden dan para pengikutnya.
"Kami menahan karena memiliki cukup bukti sehubungan dengan tindakan yang dia lakukan dengan cara menyebarkan ajaran agama yang tidak benar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jaya Komisaris Besar Mochamad Jaelani, dilansir dari Harian Kompas edisi Jumat, 30 Desember 2005.
Menurut Jaelandi, tidak ada dalam ajaran agama bahwa nabi berasal dari etnis tertentu di Jakarta.
"Apalagi dia mengaku-aku sebagai Malaikat Jibril," kata Jaelani.
Setelah menjalani pemeriksaan selama satu hari, polisi hanya menetapkan Lia Eden sebagai tersangka.
Sementara itu, puluhan pengikutnya kemudian dibebaskan pada Kamis (29/12/2020).
Tidak ada satu pun yang bersedia berkomentar saat itu.
"No comment. Perintah Tuhan melarang kami berbicara," kata seorang anggota jemaah Komunitas Eden.
Lia Eden ditahan karena diduga melanggar Pasal 156a dan 157 mengenai penodaan terhadap agama, menghasut, dan mengajak masyarakat mengikuti ajarannya.
Hukuman
Pada Kamis (29/6/2006), Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara selama dua tahun kepada Lia Eden.
Putusan tersebut sejatinya lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama lima tahun.
Ketua Majelis Hakim Lief Sofijullah yang didampingi hakim Ridwan Mansyur dan Zulfahmi menyatakan Lia Eden bersalah dan terbukti melanggar hukum sesuai dakwaan kedua dan ketiga.
Dakwaan kedua mengandung unsur perbuatan penghinaan terhadap suatu golongan masyarakat, sedangkan dakwaan ketiga mengandung unsur perbuatan tidak menyenangkan terhadap orang lain.
Dakwaan kedua berdasarkan Pasal 157 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan dakwaan ketiga berdasarkan Pasal 335 Ayat (1) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dakwaan pertama yang tidak terbukti, didasarkan pada Pasal 156 a juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan pertama, Lia Eden didakwa di depan umum menyatakan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Majelis hakim menyatakan dakwaan pertama ini tidak terbukti karena pembuktian jaksa melalui perbuatan terdakwa di hadapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipandang sebagai institusi, bukan sebagai perwakilan umat beragama.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mantan Sekda Sulsel Abdul Latief Meninggal Dunia
Lia Eden sempat memprotes dan meminta untuk dibebaskan.
Menurutnya, ia hanya menjalankan perintah Tuhan.
"Perkenankan saya memohon Pak Hakim membebaskan saja saya dari hukuman. Bangsa ini membutuhkan saya, agar tidak ada lagi bencana. Saya bersedia dihukum mati kalau perbuatan saya nanti terbukti," kata Lia Eden, dikutip dari Kompas.com.
Namun pada akhirnya, Lia Eden menjalani masa hukuman sesuai vonis pengadilan dan dibebaskan pada 30 Oktober 2007.
Namun, Lia Eden kembali ditangkap polisi pada 15 Desember 2008 karena kasus serupa.
(Tribunnews.com/Latifah, Tribunstyle.com/Hanna Suliatun) (Kompas.com/Theresia Ruth Simanjuntak)