TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa 501 TPS di Kabupaten Nabire, Papua, harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Keputusan tersebut didasari adanya temuan terkait kecurangan dalam Pilkada Nabire 2020.
Di mana MK menemukan bahwa jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk di Nabire.
"Kabupaten Nabire itu 501 TPS juga dilakukan PSU. Kabupaten Nabire terjadi PSU karena MK memutuskan bahwa ditemukan jumlah pemilih dalam DPT itu lebih besar dibanding jumlah penduduk," ujar Takim, peneliti dari Nagara Institute, saat konferensi pers virtual, Senin (11/4/2021).
Berdasarkan catatan Nagara Institute, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nabire menggunakan DPT yang berjumlah 178 ribu.
Merujuk pada agregat kependudukan semester I, per 30 Juni 2020, jumlah penduduk Nabire hanya 172 ribu jiwa.
Baca juga: Putusan Sengketa Pilgub Kalsel: MK Perintahkan KPU Kalsel Lakukan PSU di 7 Kecamatan
"KPU Nabire menggunakan DPT yang berjumlah 178.545 pemilih. Sementara berdasarkan jumlah agregat kependudukan per kecamatan itu, jumlah penduduk kabupaten Nabire pada semester I per 30 Juni 2020 adalah 172.190 jiwa," papar Takim.
Menurut Takim, temuan ini menjadi satu fakta menarik yang menunjukkan ketidakprofesionalan penyelenggara dalam melakukan pendataan jumlah pemilih pada kontestasi Pilkada Nabire 2020.
"Ini menjadi fakta menarik, dugaan ketidakprofesionalan penyelenggara dalam pendataan pemilih untuk pilkada 2020 kemarin terkhusus pada penyelenggaraan pemilihan bupati di Nabire," ujar Takim.
Takim sekaligus mengatakan, bahwa temuan ini bisa menjadi masukan bagi KPU.
Utamanya agar lebih memperhatikan proses pendataan para calon pemilih, tidak hanya dalam Pilkada, tapi juga pemilu 2024 mendatang.
"Ini juga menjadi masukan bagi KPU agar lebih memperhatikan terkait dengan proses pendataan pemilih yang saya kira ini terus terjadi. Tidak hanya pada pilkada tapi juga pemilu," pungkas dia.