TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB, Nihayatul Wafiroh menceritakan pengalamannya menjadi relawan vaksin Nusantara yang dipelopori oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.
Wanita yang akrab disapa Nini ini hadir bersama puluhan anggota DPR lainnya di RSPAD Gatot Soebroto untuk menjadi relawan vaksin pada Rabu (14/4/2021) kemarin.
"Saya (menjadi relawan, red) dengan beberapa anggota komisi XI dan juga ada Wakil Ketua DPR Pak Sufmi Dasco."
Baca juga: Fakta-fakta Polemik Vaksin Nusantara: Diragukan Para Ahli, Disambut Baik Tokoh Politik
"Kita diambil sel darahnya lalu pada Kamis depan, 8 hari lagi, sel darah yang sudah dikenalkan kepada virus Covid-19 itu dimasukan kembali ke tubuh," kata Nini, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Kamis (15/4/2021).
Nini mengaku kesediaannya menjadi relawan vaksin Nusantara yang tengah menjadi sorotan ini tidak diintervensi oleh pihak manapun.
Bahkan, Nini yang tertarik menjadi relawan sampai mencari informasi mengenai vaksin ini dengan inisiatifnya sendiri.
"Saya secara personal mencari info, saya kontak sendiri ke Pak Terawan dan ke peneliti kita berdiskusi."
"Baik diskusi di komisi XI (DPR RI) maupun secara pribadi," ungkap Nini.
Nini pun membantah kesediaannya menjadi relawan karena ajakan dari pihak-pihak tertentu.
"Ini sifatnya sukarelawan jadi tidak ada pemaksaan."
"Secara sukarelawan kita datang, jadi tidak ada yang mengajak dan diajak," jelasnya.
Baca juga: BPOM Soroti Peran Perusahaan Amerika Serikat AIVITA Biomedical dalam Vaksin Nusantara
Di sisi lain, Nini pun menceritakan pengalamannya saat menjadi relawan vaksin Nusantara.
Menurutnya, tidak hanya dari anggota DPR RI saja yang terlibat menjadi relawan pada Rabu (14/4/2021) kemarin.
Ada juga pihak lain yang ikut terlibat menjadi relawan, seperti dari anggota kepolisian.
"Ada beberapa orang bukan dari anggota DPR saja, ada anggota kepolisian juga," ungkapnya.
Awalnya, Nini dijelaskan oleh tim peneliti dari vaksin Nusantara mengenai kelebihan dari vaksin ini.
Kemudian, setiap relawan diambil darahnya sekira 40 mililiter.
"Kita nunggu 30 menit kalau nggak ada reaksi lalu dikasih tanda kapan datang lagi," ujarnya.
Setelah itu, para relawan pun dipersilakan untuk datang kembali untuk menerima suntikan vaksin Nusantara kedua.
Setelah menerima suntikan vaksin, Nini menyebut tim peneliti akan secara aktif melakukan observasi kepada para relawan.
Baca juga: Azis Syamsuddin Sebut Vaksin Nusantara Cermin Kedaulatan Bangsa
"Tim peneliti selama beberapa hari akan melakukan crosschek dan telepon ke kita untuk mengetahui apakah ada efek samping," tambahnya.
Terakhir, dalam kurun waktu 28 hari setelah penyuntikan, tim peneliti akan kembali memeriksa para relawan.
Hal itu untuk mengetahui seberapa jauh perubahan antibodi dalam tubuh setelah menerima suntikan vaksin.
Vaksin Nusantara Menuai Polemik
Sebelumnya diketahui, keberadaan vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto kembali menjadi sorotan.
Hal itu lantaran vaksin Nusantara disebut tetap melanjutkan uji klinis fase kedua.
Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin untuk melakukan uji klinis.
Sejumlah tokoh politik hingga puluhan anggota DPR RI pun bersedia menjadi relawan vaksin Nusantara.
Bahkan mereka telah menerima suntikan vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021) kemarin.
Alhasil, beberapa ahli menilai pelaksanaan uji klinis fase kedua pada vaksin ini dipenuhi sejumlah keganjilan.
Keganjilan ini pun diungkapkan oleh Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban.
Ia menilai, vaksin Nusantara sulit mendapat kepercayaan ahli maupun masyarakat.
Terlebih, sikap peneliti dibaliknya memiliki kesan memaksakan pengembangan vaksin yang digadang-gadang buatan anak negeri ini.
Hal itu diungkapkan dalam akun Twitter pribadi-nya, @ProfesorZubairi yang dikutip Tribunnews.com pada Kamis (15/4/2021).
"Tanpa bermaksud tendensius, saya ingin pihak Vaksin Nusantara menjelaskan kepada publik, kenapa tetap ingin melaksanakan uji klinis fase dua," jelasnya.
"Padahal BPOM belum keluarkan izin untuk itu. Relawannya pun DPR, yang sebenarnya sudah menjalani vaksinasi kan? Ini benar-benar ganjil," tambah Zubairi.
Ia berharap, peneliti dapat membuka ruang penjelasan terhadap publik maupun lembaga terkait menyoal vaksin ini.
"Bagi saya, tidak ada yang lebih penting selain evidence based medicine (EBM). Kalau uji klinis fase dua ini dilakukan tanpa izin BPOM, rasanya kok seperti memaksakan ya," tambahnya.
Selain itu, Ahli Biomolecular Ahmad Utomo juga mengatakan prosedur tindakan pemberian uji Vaksin Nusantara ke anggota DPR tersebut tidak wajar.
"Ya ini tidak lazim dalam pengembangan vaksin, karena vaksin ini juga belum terbukti efektif sama sekali," kata Ahmad kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Menurut dia, jika hanya untuk membuktikan keamanan vaksin, hal itu bisa saja dilakukan, dan sebenarnya dari studi fase 1 sebelumnya pun sudah diprediksi produk vaksin itu aman.
"Tapi poinnya bukan saja di keamanan kan, poinnya bagaimana efikasinya (Vaksin Nusantara)?" ujarnya.
Ia juga mempertanyakan tujuan dilakukannya penyuntikan Vaksin Nusantara tersebut kepada anggota-anggota DPR yang tercatat.
"Apakah untuk menjawab pertanyaan sains, atau sekedar momen politik? Tidak paham saya," kata Ahmad.
(Tribunnews.com/Maliana/Rina Ayu, Kompas.com/Ellyvon Pranita)
Berita lain terkait Vaksin Nusantara