TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong kepada para generasi muda yang ingin mengabdikan dirinya menjadi polisi, untuk terlebih dahulu membaca buku 'Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki.
Kepolisian negara RI', karya Komjen Pol (Purn) Arif Wachjunaidi.
Buku tersebut mengungkap latar belakang dan kisah kelahiran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta memuat perjalanan Polri dari masa ke masa.
Bahkan, sejak Indonesia berada dalam pusaran perang pasifik ketika berkobarnya Perang Dunia kedua.
"Mendalami buku tersebut, kita bisa mendapatkan gambaran yang jelas mengenai awal mula kelahiran Polri, yang ternyata cikal bakalnya sudah ada sejak masa sebelum kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Jika dirunut, bahkan dimulai dari sejarah penyerangan pangkalan laut Amerika Serikat, Pearl Harbor, oleh Jepang pada 7 Desember 1941," ujar Bamsoet, di Jakarta, Senin (19/4/2021).
"Pengetahuan tentang sejarah Polri sangat penting untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh personil Polri, tidak berlebihan kiranya jika saya menilai buku ini sebagai salah satu bacaan wajib bagi siswa yang sedang menempuh pendidikan untuk menjadi polisi," imbuhnya.
Bamsoet mengatakan sosok Arif sudah lama terkenal sebagai salah satu jenderal intelektual terbaik yang dimiliki Polri.
Tidak heran jika selama berkarir di kepolisian, berbagai jabatan amanah pernah diembannya.
Antara lain Analisis Kebijakan Utama Bidang Kurikulum Lemdiklat Polri (2018), Sekretaris Utama Lemhanas (2016), Asrena Kapolri (2015), Asops Kapolri (2013), Kapolda Bali (2012), Sahlisospol Kapolri (2012), dan Kapolda NTB (2009).
"Berbagai buku telah ia lahirkan, antara lain, 2.7 Model of Leader Character (2013), Awali dengan Senyum (2013), Blue Table Management (2013), Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima (2012), dan Menyapa dengan Budaya (2011)," jelas Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menerangkan, tidak heran jika dalam penulisan buku 'Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki. Kepolisian negara RI', didalamnya memuat banyak fakta dan data yang sangat kuat.
Bahkan sampai mengulas tiga peristiwa penting tentang kapan dan dari mana Polri lahir. Bermula dari rangkaian sejarah dalam tiga tanggal 'keramat', yakni 19 Agustus 1945, 21 Agustus 1945, hingga 1 Juli 1946.
"Sebagai intelektual, Komjen Pol (purn) Arif Wachjunaidi menilai tanggal 21 Agustus 1945 yang merupakan momentum proklamasi Polri sebagai Polisi Nasional, sangat layak dijadikan sebagai dasar Hari Kepolisian Nasional. Ia juga menyertakan delapan fakta sejarah sebagai penguat argumennya," terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, penilaian tersebut berbeda dengan keputusan pemerintah melalui Penetapan Pemerintah RI Nomor 11/SD Tahun 1946 yang ditandatangani Presiden Soekarno dan Menteri Dalam Negeri Soedarsono pada 25 Juni 1946, yang menetapkan Hari Bhayangkara atau Hari Kepolisian Nasional diperingati setiap 1 Juli.
Berdasarkan peristiwa terpisahnya Polri dari Kejaksaan Agung dan Kementerian Dalam Negeri, menjadi jawatan tersendiri yang berada langsung dibawah Perdana Menteri.
"Perbedaan pandangan ini tidak perlu dipertentangkan. Justru sangat menarik karena bisa dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut. Sehingga mengundang lebih banyak intelektual untuk menggali lebih dalam tentang kapan dan dimana jejak perjalanan Polri bermula. Dengan demikian semakin menambah kekayaan khazanah ilmu pengetahuan bangsa tentang kepolisian," pungkas Bamsoet.