TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah Hari Kartini, beserta kumpulan kutipan inspiratif dari R.A. Kartini.
Raden Ajeng Kartini atau R.A. Kartini merupakan pahlawan nasional Indonesia yang gigih memperjuangkan emansipasi wanita.
R.A. Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat antara wanita dan pria di Indonesia.
Siapa sosok R.A. Kartini?
Perempuan dengan nama lengkap Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat ini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879.
Baca juga: 40 Ucapan Selamat Hari Kartini 21 April, Kirimkan ke WA atau Jadi Status di FB, IG, Twitter
Dikutip dari kemdikbud.go.id, ia dilahirkan ditengah keluarga bangsawan dari seorang ayah yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Sang ayah adalah putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai Bupati Jepara.
Sementara sang ibu yang bernama M.A. Ngasirah, bukan berasal dari keturunan bangsawan melainkan hanya rakyat biasa, yakni anak dari seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Jepara.
Silsilah keluarga Kartini dari garis keturunan ayahnya merupakan keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
Bahkan, jika ditelusuri ke atas R.A. Kartini merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit.
R.A. Kartini disekolahkan oleh ayahnya di ELS (Europese Lagere School).
Di sekolah tersebut, Kartini belajar bahasa Belanda.
Namun, pada masa itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk ‘dipingit'.
Alhasil, Kartini hanya bersekolah hingga usia 12 tahun.
Di sinilah sejarah perjuangan R.A. Kartini bermula.
Selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.
Salah satu teman yang mendukung Kartini adalah Rosa Abendanon.
Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang kemajuan berpikir perempuan Eropa.
Kemudian, timbul keinginan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi yang saat itu berada pada status sosial yang amat rendah.
R.A. Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalan kebudayaan Eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa Belanda.
Kartini kecil sering juga mengirimkan beberapa tulisan yang kemudian ia kirimkan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca, yaitu De Hollandsche Lelie.
Tak jarang dalam suratnya, Kartini menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.
Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahun dan kebudayaan.
Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum.
Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Pada tanggal 12 November 1903, orang tua Kartini memintanya untuk menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang telah memiliki tiga istri.
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sangat mengerti citi-cita Kartini.
Ia memperbolehkan Kartini unuk membangun sebuah sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Sekolah tersebut berada di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Dari pernikahannya, Kartini dikaruniai seorang anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.
Pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhirnya pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihan R.A. Kartini, kemudian didirikan “Sekolah Kartini”, Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912 dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.
Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh politik Etis.
Sejarah Ditetapkan Hari Kartini
Wafatnya R.A. Kartini tidak serta-merta mengakhiri perjuang R.A. Kartini semasa hidupnya.
Salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda, mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa.
Abendon kemudian membukukan seluruh surat itu dan diberi nama Door Duisternis tot Licht yang jika diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.
Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1911 dan cetakan terakhir ditambahkan surat “baru” dari Kartini.
Namun, pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh beberapa orang pribumi yang tidak dapat berbahasa Belanda.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon dengan bahasa Melayu yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran”.
Kemudian, tahun 1938, salah satu sastrawan bernama Armijn Pane yang masuk dalam golongan Pujangga Baru menerbitkan versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Versi milik Pane membagi buku ini dalam lima bab untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus berubah.
Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul, dan semua ini dilakukan agar tidak ada yang melupakan sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya.
Pemikiran Kartini banyak mengubah pola pikir masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi ketika itu.
Tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R. Soepratman yang kemudian membuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini’.
Presiden Soekarno sendiri kala itu mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang.
Kumpulan Kutipan Inspiratif R.A. Kartini
1. "Sungguh, anak bangsa itu sendiri, orang perempuan harus memperdengarkan suaranya! Masih akan dapatkah dengan tenang orang mengatakan 'keadaan mereka baik' kalau orang melihat dan mengetahui semuanya, yang telah kami lihat dan kami ketahui itu?"
2. "Dan terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal yang dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi."
3. "Apabila kami menghendaki orang lain mengikuti jejak kami, maka contoh yang kami berikan haruslah sesuatu yang berbicara, menimbulkan rasa kagum dan keinginan untuk menirunya."
4. "Banyak emansipasi wanita bukanlah untuk persamaan derajat, emansipasi adalah pembuktian diri yang seimbang antara raga yang tangguh, namun hati senantiasa patuh. Emansipasi ada penerimaan. Penerimaan diri bahwa setiap tempat ada empu yang dikodratkan dan dipantaskan."
5. "Tidak perlu penjelasan kenapa kemajuan kepandaian masyarakat Bumiputra tidak dapat pesat, apabila dalam hal itu perempuan terbelakang. Setiap waktu kemajuan perempuan itu ternyata merupakan faktor penting dalam peradaban bangsa."
6. "Marilah wahai perempuan, gadis. Bangkitlah, marilah kita berjabatan tangan dan bersama-sama bekerja mengubah keadaan yang tak terderita ini."
Baca juga: Peringati Hari Kartini, Puan Sampaikan Peran Penting Perempuan Tingkatkan Budaya Literasi
7. "Dalam tangan anaklah terletak masa depan dan dalam tangan ibulah tergenggam anak yang merupakan masa depan itu."
8. "Pandai itu tidak merupakan kebahagiaan untuk setiap orang. Celakalah apabila orang dapat berpikir tetapi tidak boleh; apabila orang dapat merasa, mampu dan mau, tetapi tidak boleh. Lebih baik tetap bodoh saja."
9. "Kami manusia, seperti halnya orang laki-laki. Aduh, berilah izin untuk membuktikannya. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya akan menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia seperti laki-laki."
10. "Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri."
11. "Jangan mengeluhkan hal-hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tak pernah memberikannya, kamulah yang membiarkannya datang."
12. "Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam."
13. "Tahukah engkau semboyanku? Aku Mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tidak dapat! Melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku Mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung."
14. "Lebih banyak kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita. Semakin adil pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang. Tiada mendendam, itulah bahagia."
15. "Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu."
(Tribunnews.com/Yurika/Citra Agusta Putri Anastasia)