Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 menambah daftar panjang kecelakaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) Indonesia.
Faktor umur alutsista menjadi salah satu pemicu utama kecelakaan tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak pun mendesak pemerintah untuk memperkuat BUMN yang memproduksi Alutsista dan menugaskannya dalam peremajaan Alutsista Indonesia.
“Anggaran yang belum mendesak seperti pembangunan ibu kota negara (IKN) baru bisa dialihkan untuk membiayai BUMN dalam pengadaan dan peremajaan Alutsista Indonesia,” kata Amin kepada wartawan, Rabu (28/4/2021).
Setidaknya, terdapat lima BUMN Alutsista yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Len Industri, PT Pindad, dan PT Dahana.
Tahun ini dari alokasi APBN untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp 137,2 triliun, hanya sekitar Rp 42,65 triliun dialokasikan untuk program modernisasi alutsista, non alutsista, dan sarana prasarana pertahanan.
Baca juga: Pasca Tenggelamnya KRI Nanggala 402, Sejumlah Tokoh Minta Pemerintah Audit dan Evaluasi Alutsista
Dari alokasi anggaran untuk peremajaan Alutsista, prosentase anggaran untuk pengadaan Alutsista dalam negeri jauh lebih kecil.
Menurut Amin, ada tiga strategi untuk penguatan BUMN Alutsista.
Baca juga: Pemerintah Diminta Evaluasi dan Audit Sistem Alutsista Secara Menyeluruh
Strategi pertama yaitu meningkatkan kapasitas produksi Alutsista yang selama ini sudah dikerjakan oleh BUMN.
Strategi pertama ini harus diikuti dengan strategi kedua yaitu memperbesar belanja Alutsista buatan BUMN.
Strategi ketiga yaitu pengadaan Alutsista buatan negara lain yang proses produksinya berkolaborasi dengan BUMN seperti halnya pembuatan Kapal Selam KRI Alugoro yang diproduksi bersama Indonesia - Korea Selatan.
Ada dua keuntungan dengan model pengadaan seperti itu. Selain terjadi alih teknologi, juga bisa menghemat pengeluaran negara.
Sebagai perbandingan, biaya untuk membangun KRI Alugoro negara hanya mengeluarkan Rp1,5 triliun, sedangkan harga kapal selam impor yang sekelas KRI Alugoro bisa mencapai puluhan kali lipat.
Amin mengatakan, urgensi penguatan BUMN alutsista ini tidak hanya perlu didorong, namun merupakan kebutuhan yang penting dan mendesak.
Menurut Amin, Indonesia yang secara geografis seharusnya memiliki 12 unit kapal selam, saat ini Indonesia baru memiliki 4 kapal selam (setelah kecelakaan KRI Nanggala) dan hanya tiga yang beroperasi karena KRI Cakra 401 dalam proses overhaul.
“Pengadaan Alutsista bisa dipercepat oleh Pemerintah dengan memperkuat BUMN. Tidak hanya kapal laut atau selam, tapi juga pesawat, drone, torpedo, kendaraan tempur, dan juga persenjataan lainnya,” ujarnya.
Amin mengingatkan, agar pengadaan alutsista baru maupun peningkatan kemampuan dan kualitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) jangan hanya menjadi keinginan sesaat karena ada musibah.
Tapi benar-benar harus lahir dari kesadaran tentang pentingnya penguatan alutsista sebagai bagian dari sistem ketahanan nasional.
“Musibah KRI Nanggala 402 ini merupakan peringatan besar. Keberadaan kapal selam dan Alutsista lainnya sangat penting bagi pertahanan suatu negara, khususnya negara yang memiliki wilayah perairan luas seperti Indonesia," pungkasnya.