Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyayangkan kasus dugaan penggunaan alat rapidtest bekas di konter uji antigen Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara.
Mufida mengingatkan semua pihak agar tidak sekali kali mengambil keuntungan ekonomi atas pandemi yang terjadi.
Karena itu, dia mendukung aparat menindak tegas semua bentuk penyalahgunaan dalam bidang kesehatan yang terkait penanganan pandemi.
"Jangan ada komersialisasi dan jangan berbisnis dengan rakyat dalam mitigasi pandemi Covid 19, sehingga merugikan rakyat.
Baca juga: Kronologi Penggerebekan Kasus Alat Rapid Test Antigen Bekas di Bandara Kualanamu, 5 Orang Diamankan
Baca juga: Satgas Perketat Aturan Perjalanan Mulai 22 April - 24 Mei: Wajib Tunjukan PCR/Swab Antigen 1×24 Jam
Kesehatan dan keselamatan rakyat adalah lebih utama," ujar Mufida, dalam keterangannya, Kamis (29/4/2021).
"Dugaan kejahatan yang terkait penanganan pandemi adalah kejahatan besar sebab kita tengah berjuang melindungi ratusan juta nyawa penduduk Indonesia.
Jangan lupa ada kasus masker palsu, kasus mafia karantina WNA yang masuk Indonesia dan sekarang kasus rapidtest. Ini harus tegas dan cepat penanganannya," imbuhnya.
Mufida menyebut perlu dilakukan pengusutan secara tuntas.
Sebab kasus ini melibatkan institusi BUMN, baik dari sisi penyedia jasa uji rapidtest maupun pengelolaannya di bandara.
"Usut tuntas termasuk motif dan kemungkinan adanya jejaring modus serupa. Kasus ini meresahkan karena terjadi di konter resmi bandara dan melibatkan BUMN," kata dia.
Mufida menekankan kasus ini harus diungkap cepat demi memulihkan kepercayaan publik.
Terutama terhadap proses uji rapidtest sebagai salah satu langkah melakukan 3T yang harus terus digencarkan sebagai upaya mengendalikan kasus positif Covid 19.
"Dalam aturan pengetatan mudik ada syarat seluruh moda transportasi harus melalui uji rapid antigen yang hanya berlaku 1x24 jam. Bisa jadi akan ada peningkatan tes dan publik harus kembali mendapatkan kepercayaan usai kasus ini," tegas Mufida.
“Kasus ini sangat bahaya untuk akurasi hasil Testing sebagai tahap awal 3T. Jika hasil testingnya tidak akurat, maka untuk trasing dan treatment bisa terjadi salah langkah," ungkapnya.