TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menindaklanjuti soal pengakuan terdakwa korupsi pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Bandung Dadang Suganda dalam persidangan.
Di persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kamis (29/4/2021), Dadang mengungkap soal adanya permintaan 'uang buang sial' dari seorang pria berinisial ATH, mengaku penyidik KPK.
"Terkait informasi hal tersebut, tentu KPK akan cek dan teliti lebih lanjut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/4/2021).
Ali mengatakan, komisi antikorupsi menginginkan masyarakat agar segera melapor jika mengetahui ada dugaan pihak-pihak yang mengaku KPK dengan janji dan iming-iming dapat membantu menyelesaikan perkara di KPK.
"Melalui email Informasi@kpk.go.id ataupun call center 198 maupun melalui pengaduan masyarakat. KPK pastikan akan segera tindak lanjuti setiap informasi dan laporan dimaksud," katanya.
Diwartakan sebelumnya, terdakwa kasus korupsi pengadaan RTH Kota Bandung Dadang Suganda menyinggung soal adanya ulah oknum penyidik KPK yang menyidik kasus tersebut.
Saat itu, Dadang meluapkan unek-uneknya karena dianggap membebani dirinya.
Dia didatangi seorang yang mengaku penyidik KPK berinisial ATH, E, dan YB. ATH mengaku sebagai ketua tim. Dia menyinggung soal permintaan uang tapi tidak disebutkan berapa nominalnya.
"Katanya anggap aja 'uang buang sial'," ujar Dadang di muka persidangan.
Efran Helmi Juni, pengacara Dadang, lantas menanyakan berapa uang yang diminta.
Baca juga: Jaksa KPK Limpahkan Berkas Perkara Dadang Suganda, Tersangka Suap RTH Bandung ke Pengadilan
"Jumlah uangnya tidak, tapi saya katakan saya tidak ada uang banyak, kalau Rp1 miliar-Rp2 miliar mah ada. Tapi tidak diberi. Saat itu peristiwanya saat saya masih saksi, belum jadi tersangka. Nah setelah peristiwa itu, saya ditetapkan tersangka," ucap dia.
Hingga akhirnya, Dadang mengaku tidak menyerahkan uang tersebut.
"Kalau saya berikan uangnya, saya seperti orang yang bersalah dalam kasus ini. Padahal saya ini pengusaha yang beli tanah sesuai prosedur, banyak orang yang sesuai profesi saya beli tanah untuk RTH, mekanisme pencairannya sama tapi kok tidak jadi tersangka," ucapnya.
Ia menambahkan pernyataannya ini tidak bermaksud untuk menyudutkan KPK atau tim jaksa penuntut umum.
"Saya percaya dengan integritas penegak hukum di KPK, tapi saya pikir di dalam (KPK) ada oknum," ucapnya.
Selain itu, Dadang juga meminta memutarkan rekaman suara antara dirinya dengan seorang penyidik berinisial E yang dia rekam.
Dalam rekaman itu, penyidik tersebut meminta bertemu dan meyakinkan dengan cara menunjukkan anatomi kasus RTH yang membelitnya.
"Saya tidak tahu apakah dia oknum penyidik atau di luar KPK. Tapi mereka punya anatomi kasusnya. Tapi yang pasti saya korban kesewenang-wenangan penyidik. Rekaman ini bukan sebagai bukti, tapi sebagai referensi dari unek-unek saya," ucap Dadang.
Jaksa KPK Chaerudin, menanggapi kesaksian Dadang Suganda.
"Saudara harus memastikan apakah itu benar penyidik atau bukan karena banyak contoh kasus seperti itu," ucap Chaerudin.
Jaksa juga keberatan soal Dadang yang menyertakan bukti yang diperdengarkan di persidangan.
"Kami juga keberatan Saudara menyertakan bukti di persidangan yang buktinya di luar dari pokok dakwaan," ucap Chaerudin.
Ketua Majelis Hakim T Benny Eko Supriyadi menengahi keberatan jaksa atas kesaksian Dadang Suganda soal bukti rekaman.
"Tadi saudara terdakwa sudah menyebut bahwa rekaman suara yang dihadirkan bukan sebagai bukti tapi sebagai referensi dan unek-unek," ucapnya.
Kesaksian Dadang Suganda berakhir dengan tanggapan dari jaksa. Sidang dilanjutkan karena break adzan Maghrib.
Di persidangan, jaksa Budi Nugraha mengurai isi rekening bank milik Dadang Suganda. Budi mengurai isi rekening bank dari 2000-2010. Di rekening itu, dari 2000 hingga sebelum 2011, isi uangnya tidak sampai miliaran rupiah.
"Tapi pada 2011, bertepatan dengan proyek pengadaan RTH, uangnya total mencapai Rp25 miliar," ujar Budi. Pertanyaan Budi itu berkaitan dengan dakwaan jaksa soal dugaan tindak pidana pencucian uang.
Adapun dalam korupsi RTH ini, kerugian negaranya mencapai Rp69 miliar. Dadang dianggap sebagai pihak yang diuntungkan dalam korupsi ini.
Kasus ini menjerat dua anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014 Kadar Slamet dan TomTom Dabbul Qomar serta Herry Nurhayat selaku eks Kepala DPKAD Pemkot Bandung. Ketiganya sudah divonis bersalah.