Laporan wartawan Tribunnews.com, Denis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Duta Besar RI untuk Republik Suriname merangkap Republik Ko-Operatif Guyana dan Caribbean Community Julang Pujianto bercerita sejarah Masjid di Suriname dengan kiblat ke arah Timur dan Barat.
Sesuatu yang unik terjadi di Suriname.
Pemeluk agama Islam di Suriname, mempunyai masjid dengan dua arah kiblat yang berbeda, bahkan bertolak belakang.
Suriname secara geografis letaknya berada di sebelah barat Makkah, Arab Saudi.
Sedangkan Indonesia sendiri secara geografis berada di sebelah timur kota Mekah dimana bangunan Kakbah sebagai kiblat umat Islam ada di dalamnya.
Dalam menjalankan salat, orang Islam diwajibkan untuk menghadap kiblat, yaitu menghadap Kakbah.
Umat Islam Indonesia dalam menentukan arah kiblat secara umum adalah dengan menghadap ke arah barat.
Baca juga: Dubes RI: Suriname Mendeklarasikan Adanya Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19
Inilah yang menyebabkan sebagian umat islam khususnya di Indonesia meyakininya bahwa arah kiblat adalah barat.
"Ketika masyarakat Jawa datang ke Suriname 1890-an. Ketika itu belum ada teknologi kompas. Di Jawa menghadap barat, maka di Suriname pun mereka menghadap baarat," ujar Julang sat berbincang dengan Tribun Network, Kamis (29/4/2021) malam.
Banyak masjid di Suriname yang dibangun oleh umat Islam keturunan Jawa, yang masih mengikuti tradisi leluhur orang Jawa, dengan menentukan arah kiblatnya ke arah Barat.
Mereka masih meyakini bahwa arah kiblat adalah ke arah Barat sebagaimana yang leluhur mereka lakukan di Indonesia.
Baca juga: Dubes RI: 326 WNI Sudah Direpatriasi dari Suriname Selama Pandemi Covid-19
"Tapi seiring penemuan teknologi baru, kiblat yang lebih dekat ke Makkah adalah yang menghadap ke Timur. Untuk melakukan perubahan itu tidak mudah. Mereka mengikuti orang tuanya. Karena orang tua mereka menekankan kalau salat menghadap ke barat. Terus mereka melakukan itu," tutur Julang.
Berikut wawancara khusus redaksi Tribun Network bersama Duta Besar RI untuk Republik Suriname merangkap Republik Ko-Operatif Guyana dan Caribbean Community Julang Pujianto:
Anda tahu kalau ada warga Suriname yang belajar dalang dari Indonesia?
Mengetahui ya, salah satunya Pak Sapto nih.
Namun, akhir-akhir ini tidak bisa tampil atau belajar karena pandemi Covid-19.
Rencananya ada pertunjukan wayang satu atau dua jam, kalau semalam suntuk tidak kuat.
Kita secara rutin juga ada Indo Fair. Festival budaya dan dagang produk-produk Indonesia.
Ada tarian-tarian, juga pertunjukan wayang.
Tapi karena pandemi berhenti dulu. Mudah-mudahan pandemi berlalu, sehingga kami bisa mengadakan Indo Fair.
Warga Suriname juga bisa mengikuti kegiatan tersebut?
Iya, misalnya kami mengadakan Charity Indonesian Day.
Kegiatan charity, tapi juga ada pasar kecil, dan budaya Indonesia. Warga negara Suriname keturunan Jawa dan lainnya kami undang.
Indo Fair juga kegiatan yang sangat ditunggu-tunggu.
Pemerintah di sini, seperti menteri perekonomian selalu menjadwal untuk hadiri itu.
Kegiatan seperti itu.
Kegiatan resepsi diplomatik kami adakan sekitar 17 Agustus.
Kita undang kalangan diplomatik, termasuk keturunan Jawa di Suriname.
Baca juga: Dubes RI: Umumnya Masyarakat Jawa di Suriname Berprofesi Sebagai Pegawai Negeri
Juga open house untuk Idul Fitri, itu rutin kegiatan. Kami mengundang masyarakat Suriname.
Sehingga, banyak di antara mereka hadir.
Dalam pandemi ini, semua kegiatan tadi sementara ditiadakan. 2021, rencana Indo Fair sepertinya tidak akan dilakukan karena melihat situasi yang ada.
Dua masjid, ada yang kiblat ke timur dan menghadap ke barat?
Ini salah satu ciri khas Suriname, umat Islam ada yang kiblat ke Barat dan ke Timur.
Jadi kalau Salat menghadap Barat dan ke Timur. Jadi kalau menurut penilaian kami, ketika masyarakat Jawa datang ke Suriname 1890-an.
Ketika itu belum ada teknologi kompas.
Di Jawa menghadap Barat, maka di Suriname pun mereka menghadap Barat.
Tapi seiring penemuan teknologi baru, kiblat yang lebih dekat ke Makkah adalah yang menghadap ke Timur.
Untuk melakukan perubahan itu tidak mudah.
Mereka mengikuti orang tuanya.
Karena orang tua mereka menekankan kalau Salat menghadap ke Barat. Terus mereka melakukan itu.
Kalau dari pembicaraan kami dengan kawan-kawan ada yang mengatakan oke kami akan mengubah kiblat ke Timur, kalau orang tua kami sudah meninggal.
Seperti itu. Kalau menurut kompas memang yang lebih dekat ke Timur.
KBRI mendata orang Jawa, ada juga dari Ambon dan Sumatera?
Kami tidak mendata. Karena sensus pemerintah Suriname. Kami tidak punya otoritas untuk itu.
Berdasarkan baca literatur, masyarakat Suriname yang keturunan Indonesia ada yang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, kemudian ada yang dari Jawa Barat. Bahkan Ambon.
Tapi memang jumlahnya tidak terlalu besar.
Tapi mereka menyatu dengan bahasa Jawa karena dominan Jawa.
Jumlahnya berapa tidak terlalu besar. Yang kami data WNI yang ada di Suriname, itu sekitar 692.
Bekerja kapal perikanan, kehutanan, dan ada yang menikah, bekerja di pertambangan.
Karena sebagian kembali ke Indonesia saat pandemi. Yang kita fasilitasi ada 326, untuk kembali ke Indonesia.
Ada yang biaya pemerintah Indonesia karena keluar sebelum kontrak habis.
Bagaimana suasana Ramadan di Suriname?
Suasana bulan puasa di Suriname sangat dipengaruhi pandemi.
Ada jam malam, jika biasanya kita Salat Tarawih misalnya menjadi Salat Tarawih bersama-sama dibatasi hanya lima orang.
Biasanya sebelum pandemi, setiap masjid ada kegiatan iftar dari sebelum Maghrib sampai selesai Salat Tarawih.
Selama pandemi kegiatan itu menjadi tidak ada.
Biasanya duta besar diundang untuk memberikan sambutan, dan menyampaikan informasi mengenai perkembangan di Indonesia.
Baca juga: Cerita di Balik Dua Masjid di Suriname yang Punya Arah Kiblat Berlawanan
Mereka sangat mengapresiasi kemajuan-kemajuan Indonesia.
Misalnya ketika kami sampaikan Pemerintah Indonesia bisa membuat kapal perang, membuat tank, helikopter, mereka sangat mengagumi.
Bahwa ternyata Indonesia bisa maju.
Jadi kesempatan itu kami gunakan untuk promosi Indonesia.
Hanya ketika pandemi kegiatan itu tidak ada. Kita semuanya isolasi di rumah masing-masing.
Kecuali untuk kebutuhan yang sangat pokok.
Apa masyarakat keturunan Indonesia di Suriname mengikuti perkembangan pembangunan di Indonesia?
Betul mereka mengikuti perkembangan di Indonesia. Khususnya yang betul ingin tahu.
Mereka begitu detail. Mereka mengikuti dari YouTube.
Ada juga pemberitaan yang menyampaikan perkembangan di Indonesia.
Termasuk mengikuti kecelakaan kapal, gunung meletus, perkembangan pembangunan seperti MRT. Mereka aksesnya dari YouTube dan televisi.
Makanya ketika pak Didi Kempot mereka cepat langsung ikut terharu.
Apakah ada pembangunan bersejarah tentang Indonesia?
Kedatangan imigran orang Jawa ada monumen untuk memperingati. Sudah akhir-akhir ini. Wujudnya monumen orang-orang Jawa pakai blankon datang ke sini.
Jadi seperti relif. Tempat pabrik gula. Di sini juga ada setiap tahun peringati adalah asosiasi perhimpunan masyarakat Jawa. Setiap tanggal 9 Agustus itu diperingati kedagangan orang Jawa pertama.