TRIBUNNEWS.COM - Isu 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terancam dipecat karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) baru-baru ini ramai diperbincangkan publik.
KPK pun membenarkan, sebanyak 75 pegawai tidak memenuhi syarat untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) setelah melakukan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Adapun, tes tersebut dilakukan dalam rangka pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN oleh Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI).
Baca juga: Nama Pegawai KPK Tak Lolos ASN Tersebar, Firli Bahuri: Silakan Tanya Siapa yang Menebar
"Pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/5/2021), dilansir Tribunnews.
Ghufron menjelaskan, sebanyak 1.351 pegawai KPK mengikuti asesmen TWK sejak 18 Maret sampai 9 April 2021.
Tetapi dua orang di antaranya tidak hadir pada tahap wawancara.
Pelaksanaan Asesmen Pegawai KPK ini bekerjasama dengan BKN RI telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Hal ini juga merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Ghufron, berdasarkan landasan hukum tersebut, maka syarat yang harus dipenuhi pegawai KPK agar lulus asesmen TWK untuk menjadi ASN harus setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah.
Serta tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan.
"Memiliki integritas dan moralitas yang baik," tambah Ghufron.
Meski tidak lulus TWK, Sekretaris Jenderal KPK, Cahya H Harefa mengaku tak akan memecat ke-75 pegawai KPK itu.
Cahya mengatakan, pihaknya akan mengoordinasikan status ke-75 pegawai tersebut dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Baca juga: WP KPK: Asesmen TWK Berpotensi Jadi Alat Singkirkan Pegawai Berintegritas
"KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPANRB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat," kata Cahya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/5/2021), dilansir Tribunnews.
Menurut informasi, di antara 75 pegawai KPK tersebut, ada nama-nama besar yang tidak lolos.
Seperti nama Penyidik KPK, Novel Baswedan; Ketua wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo; serta Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Giri Suprapdiono.
ICW Nilai Kalau Tak Diramaikan Sudah Ada Pemecatan Diam-diam
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo ikut menanggapi soal polemik 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Menurutnya, kalau isu ini tidak menjadi ramai, maka sudah ada pemecatan diam-diam oleh KPK.
"Kalau tidak kita ramaikan mungkin sebenarnya sudah ada pemecatan diam-diam yang dilakukan oleh KPK," kata Topan, dalam tayangan Kompas TV, Kamis (6/5/2021).
Topan menilai, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini merupakan ujung tombak dari seluruh kebijakan politis untuk melemahkan KPK.
Sebab, selama ini KPK merupakan badan antikorupsi independen, termasuk pegawainya juga independen.
Baca juga: KPK Bantah Pecat Pegawai yang Tak Lolos Tes ASN, Koordinasi akan Dilakukan dengan KemenPANRB dan BKN
"Kita tahu selama ini syarat menjadi badan antikorupsi yang independen ada dua, kelembagaannya independen dan pegawainya independen."
"Inilah yang sebenarnya pemerintah dan DPR dalam hal ini telah melanggar ketentuan yang ada di UNCAC sebagai sesuatu konvensi yang sudah kita ratifikasi sejak 2006," ungkap Topan.
Topan juga mencurigai dari sisi kejanggalan soal-soal yang keluar dalam TWK.
Menurutnya, ada beberapa soal yang justru tidak perlu dimunculkan dan tidak ada keterkaitan dengan wawasan kebangsaan seseorang.
"Dari pengakuan teman-teman yang tes, ditanya apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat."
"Bagi yang jujur mengatakan itu adalah kebijakan yang merugikan masyarakat, tetapi mungkin karena kejujurannya dianggap salah," jelas Topan.
"Soal yang muncul itu yang tidak perlu dimunculkan, seperti ketika salat pakai qunut atau tidak, itu kan tidak relevansinya," tambahnya.
Lebih lanjut, Topan menyarankan, seharusnya KPK bisa menggunakan bank soal yang dimiliki oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemen PAN-RB).
Baca juga: Firli Bahuri: Tidak Ada Niat Mengusir Insan KPK Dari Lembaga
Untuk itu, Topan sangat menyayangkan proses tes yang dilakukan KPK tidak melibatkan Kemen PAN-RB.
Terlebih, menurut Topan, pengalihan status dari pegawai ke ASN ini berbeda dengan yang diatur dalam UU No 5 Tahun 14.
"Konteks dari pengalihan status ini berbeda dengan proses recruitment calon pegawai sipil menjadi pegawai sipil sebagaimana diatur UU no 5 thn 14 tentang ASN."
"Jadi saya kira ini dua treatment yang berbeda," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)
Simak berita lain terkait Seleksi Kepegawaian di KPK