TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penyalahgunaan rapid test antigen mulai banyak ditemukan di sejumlah daerah.
Terakhir, Polda Jawa Tengah menemukan adanya kasus rapid test antigen tanpa izin edar di Banyumanik.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyampaikan Mabes Polri mengaku siap membantu jika Polda jajaran membutuhkan bantuan dalam rangka penyelidikan.
"Intinya bahwa berkaitan rapid test yang diduga melanggar atau palsu dari kepolisian pasti akan melakukan penyelidikan. Tentunya Polda yang akan berjalan kalau misalnya Polda ada kesulitan kita bantu dari Polri," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (6/5/2021).
Lebih lanjut, Argo meminta seluruh Polda dan jajaran untuk mendalami seluruh kasus yang menyangkut penyalahgunaan rapid test antigen hingga tuntas.
"Penyidikan darimana sumbernya, kemudian digunakan kapan dan motifnya apa, baru akan kita cari misalnya memang ada kita temukan pidana," pungkasnya.
Sebelumnya, Subdit I Indagsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng ungkap peredaran rapid test antigen tanpa izin edar.
Rapid test ilegal tersebut telah didistribusikan di rumah sakit maupun klinik yang ada di Jawa Tengah.
Ada ratusan rapid test antigen yang disita dari tangan pelaku berinisial SPM (34) di wilayah Banyumanik dan Genuk.
Baca juga: Rapid Test Antigen Ilegal Beredar di Semarang, Pelaku Raup Untung Rp 2,8 Miliar dalam 5 Bulan
Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi menerangkan pengungkapan kasus tersebut berawal adanya masyarakat yang menggunakan rapid tes tanpa surat izin edar pada 27 Januari 2021.
Ada sekitar 450 pack rapid test antigen yang diamankan kepolisian.
Pelaku berharap dengan mendistribusikan rapid test tanpa izin edar mendapat keuntungan yang besar.
"Keuntungan yang didapat tersangka menjual rapid test antigen tersebut dalam kurun waktu lima bulan Rp 2,8 miliar," ujarnya saat gelar perkara di kantor Ditreskrimsus Polda jateng, Rabu (5/5/2021).
Menurutnya, rapid test antigen tersebut harganya lebih murah jika dibandingkan yang telah memiliki surat izin edar.
Hal ini sangat merugikan terkait perlindungan konsumen.
"Kalau tidak mempunyai izin edar jangan-jangan dipalsukan. Nanti akan didalami lagi. Kemudian jangan rapid test tersebut tidak memenuhi klasifikasi kesehatan karena tidak mempunyai surat izin edar," ujar dia.
Kapolda mengatakan rapid test antigen tersebut akan diedarkan di wilayah Jawa Tengah baik di masyarakat umum, rumah sakit maupun klinik. Sistem penjualannya by order dari pembeli.
"Hal ini sangat merugikan tatanan kesehatan," tuturnya.