Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito mengklarifikasi pernyataan Manajer PT DPPP Ardi Wijaya yang menyebut-nyebut Prabowo Subianto sebagai pengendali perusahaan kargo ekspor impor benih lobster, PT Aero Cipta Kargo (PT ACK).
Suharjito mengatakan bahwa Prabowo yang dimaksud Ardi Wijaya bukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, melainkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo.
Hal ini ia sampaikan saat ditanya hakim terkait isi komunikasi dengan Ardi Wijaya yang tertuang dalam BAP.
"Saudara pernah melakukan komunikasi dengan Ardi Wijaya?" tanya hakim dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa Edhy Prabowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/5/2021).
"Iya," jawab Suharjito singkat.
Baca juga: Penyuap Edhy Prabowo Sebut Ekspor Benur Tidak Menguntungkan
"Terkait dengan komunikasi itu, kan saudara bilang bahwa PT ACK tidak bisa dipecah oleh orang lain, dipergunakan orang lain, karena punya Prabowo. Yang saudara maksud Prabowo siapa?" tanya hakim lagi.
Suharjito pun menerangkan bahwa Prabowo yang dimaksud dalam percakapan itu merujuk pada Edhy Prabowo.
Suharjito menyebut Ardi Wijaya salah menyimpulkan perkataannya.
"Salah itu, salah mengartikan. Tapi di situ kan Pak Edhy Prabowo. Yang punya kewenangan Pak Edhy Prabowo, bukan Pak Prabowo (Subianto)," jelas Suharjito.
Baca juga: Sidang Kasus Ekspor Benur, Edhy Bantah Menhan Prabowo Jadi Pengendali PT ACK
Diketahui dalam sidang lanjutan pada Rabu (28/4/2021) lalu, saksi Ardi Wijaya selaku Manajer Ekspor Impor PT DPPP menyebut nama Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto terkait kepemilikan dan pengendali PT ACK.
PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan forwarder benur dan meraup untung hingga Rp 38 miliar sebagaimana dakwaan jaksa.
Adapun para pemegang saham PT ACK tak lain kerabat dari Edhy Prabowo sendiri, yaitu Amri dan Achmad Bachtiar.
Baca juga: Hakim Kabulkan JC Penyuap Edhy Prabowo, Kesaksiannya Dibutuhkan Ungkap Keterlibatan Pihak Lain
Ardi Wijaya mengaku memang pernah terjadi diskusi yang membicarakan hal itu pada bulan Oktober.
Namun, tidak spesifik disebut siapa pengendali PT ACK.
"Memang tidak secara spesifik pengendali PT ACK, memang ada diskusi dengan Suharjito. Dan diskusi itu diskusi di bulan Oktober," kata Ardi WIjaya.
Jaksa kemudian menanyakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi nomor 27 perihal pernyataan PT ACK yang tak bisa dipecah karena khusus milik 'Prabowo' dengan keuntungan Rp 30-an miliar per bulan.
"Ini maksudnya apa ya PT ACK punya Prabowo khusus?" tanya jaksa.
"Ini yang saya tangkap beliau pasti mengaitkan dengan pak Prabowo," jawab Ardi Wijaya.
"Pak Prabowo siapa?" tanya jaksa menegaskan.
Baca juga: Suharjito, Penyuap Edhy Prabowo Divonis 2 Tahun Penjara
"Pak Prabowo. Menteri Pertahanan. Karena di majalah-majalah sebelumnya itu dikait-kaitkan berhubungan dengan kader. Tapi saya tidak menanya balik, tidak memperjelas," jelas Ardi Wijaya.
Dalam perkara ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar dengan rincian 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,12 miliar dan Rp24.625.587.250 (Rp24,6 miliar) dari beberapa perusahaan.
Suap itu ditujukan guna memuluskan izin budidaya lobster dan ekspor benur yang ditangani KKP.
Uang sebesar 77 ribu dolar AS diterima Edhy Prabowo dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan Rp24,6 miliar juga diterima dari Suharjito dan sejumlah eksportir benih bening lobster (BBL) lain.
Atas perbuatannya itu, Edhy didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.