Namun, perihal Tes Wawasan Kebangsaan sebagai syarat menjadi ASN baru termuat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021. Adalah Ketua KPK Komjen Firli Bahuri yang meneken peraturan itu pada 27 Januari 2021.
Tes Wawasan Kebangsaan digelar oleh KPK dengan bekerja sama dengan BKN. Pada praktiknya, BKN melibatkan BAIS TNI, BIN, BNPT, hingga TNI AD dalam tes tersebut. Tes dilakukan terhadap 1.351 pegawai KPK. Hasilnya, 75 pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN. Novel Baswedan serta Yudi Purnomo pun dikabarkan masuk dalam pegawai yang tidak lulus tersebut.
Belakangan, tes itu menjadi sorotan karena banyak pertanyaan-pertanyaan di dalam tes tersebut dinilai janggal. Pertanyaan macam "sudah umur segini, kok, belum menikah?" hingga "salat subuhnya pakai qunut?" disebut muncul dalam tes itu. Sejumlah pihak pun mengecam hal tersebut.
Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah menganggap pertanyaan yang diajukan dalam tes tersebut tidak pantas untuk digolongkan sebagai tes wawasan kebangsaan karena mayoritas isinya hanya menyinggung seputar permasalahan pribadi seseorang yang seharusnya tidak masuk jadi bahan pertanyaan untuk tes semacam itu.
Febri mengaku mendapat informasi beberapa pertanyaan yang diajukan kepada para pegawai KPK dalam tes tersebut, yakni: “Kenapa belum menikah?”, “Apakah masih punya hasrat?”, “Bersedia ndak jadi istri kedua?”, “Kalo pacaran ngapain aja?”
"Apakah pertanyaan ini pantas dan tepat diajukan pada Pegawai KPK untuk mengukur wawasan kebangsaan?" kata Febri melalui akun twitter pribadinya, Jumat (7/5). Soal pertanyaan kebangsaan tak lazim itu pun turut diamini salah pegawai KPK yang ikut tes tersebut.
Menurut dia, sejumlah pertanyaan yang lebih mengarah pada kehidupan pribadi seseorang. "Ada pertanyaan kalau anak mbak nikah sama beda agama gimana? Pokoknya mbak harus milih karena anak mba ngancem bunuh diri kalau enggak nikah sama yang beda agama" ujarnya.
Tak hanya soal pertanyaan terkait kehidupan pribadi, ia menyebut ada pula pertanyaan berkaitan dengan agama seseorang. Tidak cukup menanyakan, para peserta yang beragama muslim pun diminta mengucapkan kembali dua kalimat syahadat hingga membaca sejumlah ayat Al-Quran.
"Ada yang disuruh (membaca) syahadat ulang, ada yang disuruh baca doa makan, ada yang dites bacaan surat-surat Quran," ucap dia.
Febri mengaku terkejut dengan rentetan pertanyaan yang terkandung dalam tes tersebut. Selain tak menyinggung terkait kerja-kerja yang dilakukan KPK, pertanyaan yang diajukan dinilai Febri terlalu sensitif untuk diajukan dan tak patut disebut sebagai pertanyaan yang termasuk dalam wawasan kebangsaan.
"Kalaulah benar pertanyaan itu diajukan pewawancara pada Pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan, sungguh saya kehabisan kata-kata dan bingung apa sebenarnya yang dituju dan apa makna wawasan kebangsaan," kata Febri.
Jika seluruh pertanyaan itu benar adanya ditanyakan pada pegawai KPK dalam tes tersebut, Febri meminta agar KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kemenpan RB dapat menjelaskan secara gamblang isi dari tes tersebut kepada masyarakat.
"Demi transparansi, soal dan kertas kerja TWK tersebut harusnya dibuka. Semoga ada penjelasan yang lengkap dari KPK, BKN atau Kemenpan tentang hal ini," ujarnya.
Saat ini, nasib 75 pegawai KPK itu masih belum jelas. Sebab dalam Peraturan KPK yang ditandatangani Firli Bahuri, tidak ada penjelasan soal nasib pegawai KPK yang tidak lulus tes.