"Kalau tidak kita ramaikan mungkin sebenarnya sudah ada pemecatan diam-diam yang dilakukan oleh KPK," kata Topan, dalam tayangan Kompas TV, Kamis (6/5/2021).
Topan menilai, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN ini merupakan ujung tombak dari seluruh kebijakan politis untuk melemahkan KPK.
Sebab, selama ini KPK merupakan badan antikorupsi independen, termasuk pegawainya juga independen.
Baca juga: KPK Bantah Pecat Pegawai yang Tak Lolos Tes ASN, Koordinasi akan Dilakukan dengan KemenPANRB dan BKN
"Kita tahu selama ini syarat menjadi badan antikorupsi yang independen ada dua, kelembagaannya independen dan pegawainya independen."
"Inilah yang sebenarnya pemerintah dan DPR dalam hal ini telah melanggar ketentuan yang ada di UNCAC sebagai sesuatu konvensi yang sudah kita ratifikasi sejak 2006," ungkap Topan.
Topan juga mencurigai dari sisi kejanggalan soal-soal yang keluar dalam TWK.
Menurutnya, ada beberapa soal yang justru tidak perlu dimunculkan dan tidak ada keterkaitan dengan wawasan kebangsaan seseorang.
"Dari pengakuan teman-teman yang tes, ditanya apakah ada kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat."
"Bagi yang jujur mengatakan itu adalah kebijakan yang merugikan masyarakat, tetapi mungkin karena kejujurannya dianggap salah," jelas Topan.
"Soal yang muncul itu yang tidak perlu dimunculkan, seperti ketika salat pakai qunut atau tidak, itu kan tidak relevansinya," tambahnya.
Lebih lanjut, Topan menyarankan, seharusnya KPK bisa menggunakan bank soal yang dimiliki oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemen PAN-RB).
Baca juga: Firli Bahuri: Tidak Ada Niat Mengusir Insan KPK Dari Lembaga
Untuk itu, Topan sangat menyayangkan proses tes yang dilakukan KPK tidak melibatkan Kemen PAN-RB.
Terlebih, menurut Topan, pengalihan status dari pegawai ke ASN ini berbeda dengan yang diatur dalam UU No 5 Tahun 14.
"Konteks dari pengalihan status ini berbeda dengan proses recruitment calon pegawai sipil menjadi pegawai sipil sebagaimana diatur UU no 5 thn 14 tentang ASN."
"Jadi saya kira ini dua treatment yang berbeda," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama, Kompas.com/Ardito Ramadhan/Fitria Chusna)
Simak berita lain terkait Komisi Pemberantasan Korupsi