TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) memasuki babak baru.
Pengalihan status tersebut merupakan sebuah amanat dari Undang Undang No. 19/2019, PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dan Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN.
KPK bekerjasama dengan BKN melaksanakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang terdiri dari indeks moderasi bernegara dan integritas (IMB 68), penilaian rekam jejak (profiling), dan wawancara.
Hasil dari TWK terhadap 1.351 pegawai, sebanyak 75 orang pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat dan 2 orang tidak hadir pada tahap wawancara.
Terkait perdebatan proses TWK yang oleh sebagian kalangan dianggap sengaja untuk 'mengeluarkan' orang tertentu dibantah oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi) Stanislaus Riyanta.
“Seleksi atau tes, apalagi untuk menjadi ASN adalah hal yang wajar bahkan wajib, dan hasilnya sekitar 6% yang tidak lolos. Namanya sebuah test tentu ada yang hasilnya memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Yang tidak wajar adalah jika lebih banyak yang tidak memenuhi syarat. Bisa jadi instrument testnya yang kurang tepat,” ujar Stanislaus, kepada wartawan, Senin (10/5/2021).
Baca juga: Syamsuddin Haris: TWK Bagi Pegawai KPK Memang Bermasalah
Berdasarkan penjelasan KPK, Stanislaus meyakini bahwa TWK menggunakan multi metode dan multi asesor (tertulis dan wawancara), kerjasama BKN dengan Dinas Psikologi AD, BNPT, BAIS dan Pusintelad.
Oleh karena itu, Stanislaus meminta agar TWK ini tidak diragukan dan tidak perlu menjadi perdebatan panjang.
“Lembaga yang menyelenggarakan TWK tersebut sudah teruji untuk melakukan test/seleksi. Tidak perlu lagi meragukan hasil TWK calon ASN KPK, tidak perlu menjadi perdebatan," jelas Stanislaus.