TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Narapidana terorisme (Napiter) kasus Bom Bali I Ali Imron mengungkapkan, bila seorang pelaku tindak pidana terorisme berhak sombong, maka dialah yang paling berhak.
Ali Imron menjadi satu di antara tokoh sentral dalam aksi pengeboman beruntun di Paddy's Cafe, Sari Club, dan Kantor Konsulat Amerika Serikat di Denpasar, Bali, Oktober 2002 silam.
Pria yang kini berusia 42 tahun itu menjadi koordinator lapangan, perakit bom, sekaligus orang yang membawa mobil Van berisi bahan bakar peledak yang memporak-porandakan Paddy's Cafe.
Baca juga: Ali Imron, Pelaku Bom Bali I Kini Aktif Kampanyekan Deradikalisasi Pada Narapidana Terorisme
Menurut Ali, sampai saat ini, belum ada kelompok terorisme lain yang melakukan aksi teror sebagaimana dirinya lakukan bersama Mukhlas, Imam Samudera, dan Amrozi kala itu.
"Kalau teroris berhak sombong saya paling berhak sombong. Karena belum ada yang melakukan aksi terorisme yang melebihi saya," tutur Ali saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Selasa (11/5/2021).
Namun demikian Ali Imron kini telah insyaf, alias taubat.
Ali kini rutin mengkampanyekan deradikalisasi kepada para Napiter lain yang mendekam di Rutan Polda Metro Jaya bersamanya.
Baca juga: Deradikalisasi 80 Narapidana Teroris, Ali Imron Jadikan Kasus Bom Bali I Sebagai Contoh Jihad Salah
Penggalan-penggalan kisahnya saat menjadi teroris, selalu ia jadikan contoh jihad yang salah dalam setiap kesempatan melakukan deradikalisasi pada Napiter.
"Cerita ini untuk menyadarkan mereka bahwa kesalahan-kesalahan kita dalam berjihad, bertentangan dengan jihad yang benar itu jangan terulang lagi," ujar Ali Imron.
Sejauh ini Ali Imron setidaknya sudah melakukan deradikalisasi pada 80-an Napiter.
Puluhan Napiter itu kini justru banyak yang mengikuti langkah Ali Imron mengkampanyekan deradikalisasi kepada masyarakat dan kelompoknya.
Kejujurannya dalam mengungkapkan cerita di balik aksi Bom Bali I, kata Ali, dapat menyadarkan para Napiter bahwa jihad dengan melakukan aksi terorisme adalah jihad yang salah.
"Saya sampaikan pada mereka, karena mungkin ketika mereka di luar, sebelum ketemu saya, mungkin mereka juga banyak yang menyalahkan saya atau yang mengecap saya penghianat," kata Ali.
"Alhamdulillah yang telah ketemu saya merespons (baik) dan ikut mengkampanyekan (deradikalisasi) di luar, sesuai yang saya harapkan," sambung dia.