TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merasa aneh dengan sikap pimpinan KPK yang membebastugaskan dirinya dan 74 pegawai lembaga antirasuah lainnya.
Novel merasa pemberantasan korupsi seperti tak dihargai di negeri sendiri.
"Apa enggak aneh, perjuangan anti korupsi seperti dimusuhi di negeri sendiri, justru dihormati di Internasional," kata Novel dalam cuitannya di akun media sosialnya, seperti dikutip, Rabu (12/5/2021).
Novel merasa prestasi dirinya dalam pemberantasan korupsi tak dihargai di Indonesia namun diakui Internasional.
Novel diketahui pernah mendapatkan penghargaan antikorupsi Internasional tahun 2020 dari Perdana International Anti-Corruption Champion Foundation (PIACCF).
Acara pemberian penghargaan itu digelar pada 11 Februari 2020 di Putrajaya, Malaysia sekitar pukul 20.30 waktu setempat.
Novel sendiri menerima undangan langsung pemberian penghargaan antikorupsi Internasional itu.
Undangan dilayangkan langsung oleh founder PIACCF, Dato Muhammad Salim Sundar per tanggal 29 Januari 2020.
Baca juga: Ironi KPK: Mengaku Kekurangan SDM, Tapi Pecat 75 Pegawai
Novel mempertanyakan alasan Ketua KPK Firli Bahuri mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menonaktifkan dirinya dan 74 pegawai yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Dalam SK tersebut, Novel dan 74 pegawai lainnya harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada pimpinan masing-masing.
"Maksudnya, tujuannya apa tidak boleh menangani perkara, itu sebenarnya tidak ada korelasi tuh," ujar Novel saat dikonfirmasi, Selasa (11/5/2021).
Menurut Novel, tak lulus asesmen TWK tak ada kaitanya dengan penonaktifan pegawai.
Tak lulus uji TWK sejatinya hanya berimbas pada statusnya yang belum menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Lulus tidak lulus asesmen, ini asesmen lho, bukan penyaringan, bukan seleksi, artinya tidak akan putus dan tindakan itu kan bisa dilihat sebagai tindakan yang sewenang-wenang," kata Novel.