”Kebetulan blessingnya, sudah dibuat gimik sama pimpinan, seakan-akan pimpinan tidak tahu apa pun sampai amplop enggak dibuka, ditaruh di brankas, dan gimiknya kencang banget," imbuh Sujanarko.
Namun kemudian sejumlah nama pegawai yang tidak lulus TWK itu beredar di publik. Bersamaan dengan itu kemudian muncul kabar mereka yang tak lulus akan dipecat.
Sujanarko menyatakan, langkah pimpinan KPK yang hendak memecat 75 pegawai urung dilakukan karena hasil TWK bocor ke publik.
Pimpinan KPK akhirnya mengambil keputusan menonaktifkan para pegawai tersebut.
"Sebelum amplop dibuka pada saat 29 April, pimpinan sudah menyatakan ini akan dipecat semua. Tapi begitu ramai di publik pimpinan mikir. Sehingga mekanisme pakai nonaktif," kata Sujanarko
KPK kemudian menyatakan belum akan memecat para pegawai sampai ada kejelasan dari BKN dan KemenPAN RB. Para pegawai yang tak lulus TWK belakangan dinonaktifkan melalui SK Firli Bahuri.
"Mekanisme nonaktif itu sebenarnya sudah langgar hukum karena di KPK tidak ada aturan atau SOP yang menyatakan pegawai bisa nonaktif tanpa melalui prosedur hukuman dari majelis etik KPK."
"Jadi orang dihukum kalau di KPK nonaktif, kalau mengalami sidang etik atas pelanggarannya," jelas Sujanarko.
Sujanarko menyebut situasi di KPK, khususnya di tingkat pimpinan, kini berubah usai Presiden Jokowi menyampaikan tanggapan atas nasib 75 pegawai tak lulus TWK pada 17 Mei.
Diketahui saat itu Jokowi menegaskan TWK tak bisa serta merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK.
Sujanarko menyatakan kini tersisa 2 pimpinan KPK yang masih ngotot memecat pegawai yang tak lulus TWK. Kedua pimpinan tersebut berinisial F dan LPS.
Kedua inisial itu merujuk Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Sekarang itu yang tinggal percaya diri itu memang F. F masih pede banget dibantu LPS. LPS itu dari LPSK sudah seperti itu pengikut setia," kata Sujanarko.
Sementara 3 pimpinan lainnya, kata Sujanarko, sudah terpecah. Ia menyebut 2 pimpinan kini berpihak ke pegawai yang dinonaktifkan.