Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengajak masyarakat Indonesia memboikot produk-produk buatan Israel.
Hal itu dinilainya sebagai bentuk dari mendukung kemerdekaan Palestina yang hingga saat ini masih dijajah Israel.
"Kalau misalkan termasuk bagian dari ekonomi Israel untuk menggerakkan roda perekonomian Israel, saya kira salah satu yang paling bisa kita lakukan ya memboikot," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Ibu & 4 Saudaranya Tewas dalam Konflik Palestina-Israel, Bocah 4 Tahun hingga Kini Belum Mau Bicara
Yandri menyatakan, pemboikotan apapun bentuknya termasuk agresi Israel terhadap Palestina harus ditentang dan dilawan. Hal itu sejalan dengan amanat konstitusi.
"Saya juga menyampaikan bagian dari komitmen kita untuk menjunjung tinggi posisi kita di pembukaan Undang Dasar 45 bahwa penjajahan harus dihapuskan di dunia ini ya, kita harus benar-benar mengimplementasikan itu," katanya.
Lebih lanjut, Yandri mendukung pemerintah Indonesia tidak pernah membuka hubungan diplomatik terhadap Palestina.
"Nah, kita tahu dunia sekarang telah mengutuk Israel terhadap Palestina. Salah satu bentuk konkret saya kira Indonesia tidak diragukan lagi kita tidak pernah membuka hubungan diplomatik," pungkas Yandri.
Anis Matta: Sudah Saatnya Pikirkan Pembubaran Negara Israel untuk Selesaikan Konflik Palestina
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menilai pembubaran Israel bisa menjadi solusi atau jalan keluar untuk mengakhiri konflik di tanah Palestina selama ini, karena berbagai upaya gagal dilakukan
Dia menjelaskan pembubaran suatu negara merupakan hal biasa dan pernah terjadi menimpa Uni Soviet dan Yugoslavia. Setelah bubarnya Uni Soviet misalnya, kemudian muncul Rusia justru menjadi kekuatan baru global.
"Orang belum punya bayangan pembubaran negara Israel, padahal banyak terjadi seperti Uni Soviet, malahan menemukan solusi baru. Pembubaran negara Israel bisa menjadi jalan keluar," kata Anis Matta dalam keterangannya, Senin (24/5/2021).
Baca juga: Menlu Palestina Sebut Inti dari Konflik dengan Israel adalah Wilayah Yerusalem
Menurut dia, para pemimpin dunia saat ini perlu berpikir mengenai upaya pembubaran negara Israel secara permanen sebagai jalan keluar mengakhiri konflik abadi antara Palestina-Israel.
Baca juga: Anak 4 Tahun Kehilangan Ibu & 4 Saudara dalam Konflik Israel-Palestina, hingga Kini Belum Mau Bicara
Sebab, Israel sebelumnya tidak ada dalam peta, tiba-tba diadakan karena hutang budi atas terjadinya 'Holocaust' terhadap kaum Yahudi yang dilakukan bangsa Eropa.
"Mengapa negara Israel tidak ada dalam peta, kemudian dimunculkan karena semangat ultra nasionaisme Eropa terhadap orang Yahudi, sehingga menjadi hutang budi dengan mendirikan negara Israel," katanya.
Padahal Peta negara Israel yang kini sudah berusia 100 tahunan itu, justru membuat tragedi kemanusiaan baru, yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina, seperti yang pernah diilakukan bangsa Eropa terhadap orang Yahudi.
"Pada 2009 lalu, saya pernah ditanya peneliti Amerika Serikat (AS), orang Yahudi. Kalau Israel dibubarkan, kemana orang Israel, terus keamanan Israel bagaimana dan apa bisa meredakan konflik," kata Anis menyampaikan kekhwatiran peneliti AS tersebut.
Anis lantas menjelaskan, jika negara Israel dibubarkan, maka orang-orang Yahudi itu dikembalikan dari negara asal mereka atau bisa juga diintegrasikan dalam satu titik untuk membentuk negara baru yang disepakati PBB dan komunitas internasional.
"Orang Yahudi itu datang dari mana, sebelum migrasi besar-besaran ke Palestina, kembalikan ke asalnya. Atau diintegrasikan dalam satu titik, itu bisa jadi solusinya bagi negara dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta, itu tidak terlalu besar," ujarnya.
Anis Matta menegaskan, upaya mengusir warga Palestina ke Dataran Tinggi Golan, Yordania dan Bukit Sinai, Mesir dengan membuatkan negara baru, justru akan membuat konflik akan semakin lebar. Terbukti upaya tersebut berantakan, karena mendapat perlawanan sengit dari warga Palestina.
Baca juga: MUI Dukung Inisiasi JK, 50 Persen Sumbangan di Kotak Amal Masjid untuk Palestina
"Saya kira para pemimpin global harus menyakinkan dosa-dosa kemanusiaan akibat Perjanjian Sykes Picot. Pembubaran negara Israel bisa menjadi jalan keluar, bukan sebaliknya menghilangkan Palestina dan membuatkan negara baru," tegas Anis Matta.
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik menambahkan, ide untuk mendorong pembentukan dua negara, antara Israel dan Palestina seperti keputusaan PBB 1947, yang digagas kembali dalam Perjanjian Oslo 1994 juga tidak jelas sampai sekarang.
"Dari 1994 sampai 2021 berjalan semakin tidak jelas, sejumlah negara mulai skeptis terhadap ide dua negara. Sehingga diperlukan proyeksi dan skenario penyelesaian konflik ke depan seperti apa," kata Mahfuz.
Seperti diketahui, sejarah awal mula penguasaan lahan atau tanah Palestina oleh zionis Israel yang telah direncanakan kaum Yahudi sejak 100-an tahun lalu, melalui organisasi zionis yang didirikan Theodor Herzl pada tahun 1882.
Herzl yang secara resmi diberi sebutan sebagai ‘bapak rohani Negara Yahudi’ (the spiritual father of the Jewish State) mengusulkan empat pilihan negara untuk menampung orang Yahudi.
Yakni Palestina, Argentina, Uganda dan Mozambik. Tapi kemudian memilih Palestina, karena justifikasi keagamaan akan memudahkan mobilisasi global kaum Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina.
Kemudian PM Inggris Arthur Balfour saat berkecamuknya Perang Dunia I memfaslitasi pendirian negara Israel, karena yakin pasukan Sekutu berhasil mengalahkan Kekaisaran Ottoman, Turki.
Arthur membuat Perjanjian Perjanjian Sykes Picot dengan seorang bankir nomor wahid di benua Eropa abad ke-18 , Patriark Mayer Amschel Rothschild, yang merupakan orang Yahudi.
Dukungan Inggris melalui Deklarasi Balfour dan Perjanjian Sykes Picot, serta kemenangan Inggris dan Prancis dalam Perang Dunia I dan II mempercepat ekspansi teritorial dan demografis kaum zionis untuk membentuk negara Israel semakin cepat hingga terbentuk negara Israel pada 1948.
Waketum MUI Tak Yakin Israel akan Berhenti Serang Palestina Meski Sepakati Gencatan Senjata
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas menyatakan ketidakyakinan dirinya terhadap keputusan antara tentara perang Israel dan Palestina yang sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
Sebab kata dia, tentara Israel tidak benar-benar berhenti untuk merampas hak tanah atau bahkan menjajah rakyat Palestina.
"Saya tidak percaya israel akan benar-benar berhenti untuk mencaplok dan merampas tanah serta menjajah rakyat dan bangsa Palestina, karena yang namanya penjajah itu tidak pernah bisa dipercaya," tutur Anwar dalam keterangannya, dikutip Senin (24/5/2021).
Baca juga: Menlu Palestina Sebut Inti dari Konflik dengan Israel adalah Wilayah Yerusalem
Lantas dirinya memberikan gambaran terkait penjajahan yang dilakukan Belanda kepada masyarakat Indonesia sebelum merdeka.
Kata Anwar, hal serupa juga terjadi di masa tersebut.
Di mana saat itu Belanda juga melakukan gencatan senjata dengan penduduk jajahannya yakni kaum Paderi di Sumatera.
Penyebab Belanda melakukan gencatan senjata kala itu kata Anwar, karena harus melawan kerajaan Pangeran Diponegoro di Pulau Jawa.
Akan tetapi saat tugas tentara Belanda selesai melumpuhkan perlawanan Pangeran Diponegoro, mereka kembali berperang melawan kaum paderi sehingga mereka berhasil mengalahkan.
"Jadi menurut saya jangan terlalu percaya kepada siasat israel ini," tuturnya.
Baca juga: Pengamat: Jokowi Dapat Menjadi Inisiator Penghentian Kekerasan Israel Terhadap Palestina
Lanjut kata dia, semestinya negara islam di dunia khususnya yang bertetangga dengan Israel bisa menekan negara tersebut untuk melepaskan semua tanah Palestina yang diduduki.
Sebab dirinya menilai angkatan perang dan pertahanan Israel tidak sekuat seperti apa yang diberitakan.
"Karena buktinya dalam melawan roket-roket hamas saja mereka benar-benar tidak mampu dan kewalahan menghadapinya," tuturnya.
Jika hal itu tidak diamini oleh Israel maka kata Anwar, negara-negara Islam yang bertetangga dengan Israel dan Palestina harus bersatu untuk merebutnya kembali.
Hal itu dapat dilakukan dengan menyerang Israel dari setiap lini, baik darat, laut maupun udara.
"Sampai Israel bertekuk lutut dan mau tunduk serta patuh kepada keputusan lembaga-lembaga internasional dan menghormati nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan yang luhur dan mulia tersebut," imbuhnya.
Baca juga: Israel dan Hamas Saling Klaim Kemenangan Saat Gencatan Senjata
Kendati begitu, untuk masa gencatan senjata ini dirinya bersyukur, karena sudah tidak ada lagi korban yang meninggal dunia akibat adanya serangan tersebut.
"Kita sebagai bangsa yang cinta damai tentu saja senang dengan adanya gencatan senjata antara israel dan palestina karena itu berarti tidak akan ada lagi pertumpahan darah di wilayah tersebut," tukasnya.