Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak Perbankan terkait kelanjutan penanganan kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyatakan koordinasi diperlukan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan terhadap konstruksi perkara yang dibangun oleh penyidik.
Baca juga: Kapolri Baru Diharapkan Tuntaskan Kasus Pidana KSP Indosurya
"Setelah koordinasi dengan Kejaksaan Agung, PPATK OJK dan pihak Perbankan untuk melengkapi alat bukti, penyidik akan melakukan pemberkasan terhadap tiga tersangka kasus Indosurya," kata Brigjen Helmy Santika kepada wartawan, Kamis (27/5/2021).
Selain itu, Helmy juga menegaskan agar penyidik berhati-hati dalam menangani kasus Indosurya karena ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam proses penyidikannya.
Dia juga menambahkan bahwa saat ini penyidik masih melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli.
Baca juga: Bareskrim Tetapkan Koperasi Indosurya Cipta Jadi Tersangka Korporasi
Hal ini perlu dilakukan karena penyidik juga harus mengakomodir korban-korban lain yang baru mengadukan Indosurya pada saat kasus ini mulai ditangani Bareskrim.
“Ini juga membutuhkan waktu karena perlu penyitaan ribuan dokumen,” ujar Helmy.
Helmy juga mengungkapkan bahwa dalam proses penyidikan ternyata salah satu dari tiga tersangka mengajukan bukti baru.
Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Indosurya, yakni Ketua KSP Indosurya Henry Surya, Manager Direktur Koperasi Suwito Ayub, dan Head Admin June Indria. Selain itu Bareskrim juga menetapkan KSP Indosurya sebagai tersangka korporasi.
Baca juga: PPATK Akan Kejar Kemanapun Aliran Uang KSP Indosurya
“Tersangka Henry Surya mengajukan bukti baru berupa putusan perjanjian perdamaian (Homologasi) atas gugatan PKPU,” katanya
Pada Juli 2020, hakim pengadilan niaga PN Jakpus Majelis Hakim Pengadilan Niaga memutus pengesahan homologasi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta dengan para kreditur.
Dijelaskan Helmy, pihaknya memperhatikan setiap aturan hukum agar tak salah dalam administrasi penyidikannya.
"Termasuk putusan PN Jakpus tentang PKPU yang harus diikuti meski dikesankan bahwa penyidikan berjalan lamban namun sebenarnya masih on the track," jelasnya.
Helmy juga menambahkan, proses penanganan kasus kejahatan investasi yang ditangani Bareskrim dan didalamnya ada Homologasi atas gugatan PKPU tidak hanya terjadi di kasus Indosurya.
“Jika kami mengunakan kacamata kuda, maka kasus ini sudah selesai dari dulu karena tersangka ada, korban ada, barang bukti ada dan saksi ada. Namun penyidik juga harus mempertimbangkan kemanfaatan hukum dan mekanisme hukum lainnya, dimana banyak korban yang mengharap kerugiannya dikembalikan begitu juga dengan adanya PKPU, sehingga penanganannya terkesan menjadi lambat," ungkapnya.
Helmy juga menjelaskan konsep penanganan terhadap perkara-perkara serupa akan sama, dimana kepentingan masyarakat atau korban yang lebih banyak akan lebih diutamakan.
"Sama juga dengan kasus-kasus kejahatan investasi seperti Asuransi Kresna, PT Jouska, Pikasa Group, Indosterling dan sejumlah kasus lainnya dengan jumlah korban banyak serta kerugian yang juga sangat besar,” jelas dia.
Dikatakannya, proses penyidikan kasus Indosurya tetap berjalan dan sejauh ini sudah ada ratusan orang yang telah diperiksa penyidik.
"Kami tentunya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini,” pungkasnya.