Laporan wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut perlu waktu 9 tahun lamanya bagi peserta didik untuk bisa menyusul ketertinggalan pembelajaran akibat pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Iwan Syahril menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) punya dampak buruk yakni hilangnya kesempatan belajar.
Efek jangka panjangnya, berakibat pada penurunan penguasaan kompetensi peserta didik.
Tenaga pengajar dan pendidik atau guru yang menjadi garda terdepan merasakan sekali dampak tersebut.
Baca juga: Sistem PJJ Ramai Dikeluhkan Pelajar, Nadiem Minta Pemda Segera Buka Sekolah
Salah satunya Dedi Fauziyanto, Guru di SMAN 1 Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Ia merasa miris dan sedih dunia pendidikan di Indonesia tertinggal jauh.
"Banget (ketinggalan jauh). Target kompetensi anak yang ditargetkan enggak ada yang tercapai. Sedih, " ujar Dedi saat berbincang dengan Tribun, Jumat (28/5/2021).
Baca juga: Peringatan Kemendikbud: Efek Jangka Panjang PJJ Berpotensi Lemahkan Kompetensi Siswa
Target kompetensi anak didik yang dimaksud Dedi tertinggal jauh misalnya, pada tahap tertentu peserta didik seharusnya sudah memahami materi atau bab pelajaran tertentu.
Namun, imbas pandemi Covid-19 yang berujung adanya pembelajaran jarak jauh (PJJ) peserta didik sama sekali tidak memahami dan mengerti, dan itu harus dikejar.
"Misal Sosiologi kelas X bisa paham penelitian sosial, bisa mempraktikkan penelitian sosial sederhana dan seterusnya, tapi ini enggak," kata Dedi.
Baca juga: Kemendikbud Riset Ungkap Cara Agar Guru Dapat Hasil Assesmen Murid Secara Valid Selama PJJ
Satu yang menyebabkan target kompetensi tersebut tidak tercapai lantaran baik guru maupun para peserta didik sama-sama belum bisa beradaptasi dengan cara pembelajaran daring.
"Lah piye (bagaimana) baik guru maupun peserta didik sama-sama belum bisa beradaptasi dengan model pendidikan daring kok," ujar Dedi.
Atas adanya fakta miris tersebut lanjut Dedi tinggal lembaga keluarga yang menjadi harapannya.
"Sekarang tinggal pintar-pintarnya lembaga keluarga mengambil alih fungsi pendidikan yang tidak bisa dijalankan sekolah," ujarnya.