Selain PAN, Hasto juga bicara peluang PDIP berkoalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hasto menyebut bahwa partainya membuka peluang melanjutkan koalisi dengan PPP dan PKB yang saat ini berada dalam satu koalisi.
"Dengan PPP, kami mudah koalisi, enggak hanya tetangga dekat, sejarah kami, punya perasaan senasib saat Orde Baru," ujar Hasto.
Beda DNA
Hasto Kristiyanto juga terang-terangan, partainya akan sulit berkoalisi dengan PKS dan Partai Demokrat. Dijelaskan Hasto, PDIP menekankan kesamaan ideologi jika akan membangun kerja sama di perhelatan pemilihan umum.
"PDIP berbeda dengan PKS karena basis ideologinya berbeda, sehingga sangat sulit untuk melakukan koalisi dengan PKS. Itu saya tegaskan sejak awal," kata Hasto.
Selain dengan PKS, Hasto mengatakan PDIP tak akan bisa berkoalisi dengan Partai Demokrat. Menurut Hasto, Demokrat dan PDIP memiliki basis yang berbeda.
"Dengan Demokrat berbeda, basisnya berbeda. (Mereka) partai elektoral, kami adalah partai ideologi tapi juga bertumpu pada kekuatan massa," ujar Hasto.
"Sehingga kami tegaskan dari DNA-nya kami berbeda dengan Partai Demokrat. Ini tegas-tegas aja, supaya tidak ada juru nikah yang ingin mempertemukan tersebut, karena beda karakternya, naturenya," ujarnya.
Baca juga: Sekjen PDIP Komentari Perseteruan Ganjar-Puan
PAN Realistis
Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno memberikan tanggapan atas pernyataan Hasto. Eddy mengatakan, mesin PAN di saat pesta demokrasi 2004 dan 2014 bergerak hebat lantaran memiliki kader yang maju di Pilpres.
"Kalau kita bicara pilpres, PAN tentu memiliki rekam jejak capres dan cawapres. 2004 itu Pak Amien Rais (capres), dan 2014 itu Pak Hatta Rajasa (cawapres)," kata Eddy.
Eddy mengatakan, mesin partai PAN di saat pesta demokrasi 2004 dan 2014 bergerak hebat lantaran memiliki kader yang maju di Pilpres.
Namun, Eddy mengatakan PAN akan realistis melihat elektabilitas kader potensial partainya. Yang terpenting bagi PAN, akan menyerap aspirasi masyarakat, melihat harapan masyarakat untuk calon pemimpin ke depannya.
"Kita jangan lagi terjebak pada politik identitas. Itu politik yang membelah, tidak mencerdaskan dan mencerahkan. Itu sampai sekarang ini kita masih merasakan politik identitas Pilkada DKI, Pilpres 2019," ujarnya. (chaerul umam)
Baca juga: NasDem Sikapi Wacana Koalisi PDIP-Gerindra di Pilpres 2024