Namun, ART mengungkapkan efek jera ditentukan oleh seberapa jauh proses penegakan hukum dilakukan secara cepat dan konsisten.
"Dalam kasus HRS, proses hukumnya cepat sekali. Jadi, aspek kecepatan sudah terpenuhi. Tapi masih ada masalah pada konsistensi."
"Berbagai macam bentuk kegiatan yang terindikasi kuat melanggar prokes, bahkan yang sengaja dilakukan oleh sekian banyak pejabat negara, tokoh elit, dan selebritas, faktanya sampai saat ini tidak diproses hukum sama sekali," ungkapnya.
Baca juga: Habib Rizieq Tenang dan Dzikir Saat Hakim Jatuhkan Vonis Denda Rp 20 Juta Kasus Megamendung
Padahal, lanjut ART, beberapa di antaranya punya skala yang sangat besar.
"Apakah mereka dibiarkan atau diam-diam telah ditindak lewat restorative justice, tak ada kabarnya yang bisa disimak di media massa."
"Kalau mereka ditangani lewat restorative justice, lembaga penegakan hukum masih perlu menjelaskan mengapa masalah HRS tidak diproses dengan cara yang sama," ungkapnya.
ART mendesak agar penyikapan terhadap pelaku-pelaku pelanggaran prokes harus benar-benar transparan dan akuntabel.
"Jika diabaikan, akan terbaca kesan diskriminatif dan itu bukan watak kebangsaan yang baik dalam konteks penegakan hukum," ungkap ART.
Baca juga: Jadi Tokoh Agama yang Dikagumi, Hakim Putuskan Hanya Hukum Rizieq Shihab Denda Rp 20 Juta
Menurut ART, jika dibiarkan, akan terjadi sikap tebang pilih hukum terhadap Rizieq Shihab dan terhadap pihak-pihak ternama lainnya.
Hal ini dinilai akan membuat rendahnya derajat konsistensi penegakan hukum.
"Konsistensi yang rendah akan mengecilkan efek jera. Efek jera yang rendah akan membuat masyarakat tetap santai melanggar prokes. Prokes dilanggar berakibat situasi pandemi semakin darurat," ungkapnya.
"'Sia-sia' saja HRS diburu lalu didenda, kalau tak ada efek pembelajarannya bagi masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya dikabarkan, Rizieq Shihab dijatuhi hukuman denda Rp 20 juta subsider lima bulan kurungan penjara dalam kasus kerumunan di Megamendung.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan, Rizieq terbukti bersalah karena tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.