News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Seleksi Kepegawaian di KPK

77 Guru Besar Antikorupsi Minta Jokowi Batalkan Agenda Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 77 Guru Besar Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan agenda pelantikan 1.274 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Diketahui sebanyak 1.351 pegawai KPK sebelumnya mengikuti tes untuk menjadi ASN.

1.274 dinyatakan Memenuhi Syarat (MS), 75 lainnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS), dan dua orang tidak hadir.

"Kami berharap agar Presiden Joko Widodo menarik pendelegasian kewenangan pengangkatan ASN dari KPK karena terdapat sejumlah persoalan hukum yang belum terselesaikan," kata Prof Sigit Riyanto, Guru Besar FH UGM, mewakili Koalisi Guru Besar Antikorupsi lewat keterangan tertulis, Senin (31/5/2021).

Hukum yang dimaksud tertuang dalam Pasal 3 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Baca juga: WP KPK Soroti Poin Perintah Pimpinan Dalam 9 Indikator TWK yang Beredar ke Publik

Sigit mengatakan, Koalisi Guru Besar Antikorupsi ingin Jokowi membatalkan rencana pelantikan para pegawai menjadi ASN, yang akan dilaksanakan Selasa (1/6/2021) besok.

"Membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang sedianya dilakukaon pada tanggal 1 Juni 2021," kata dia.

Selain itu, Koalisi Guru Besar Antikorupsi juga mendesak Jokowi agar bisa mengangkat seluruh pegawai KPK menjadi ASN.

Hal itu tertuang dalam pasal 3 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Baca juga: Komnas HAM: Permintaan Keterangan Bisa Jadi Ajang Klarifikasi Pimpinan KPK

"Mengangkat seluruh pegawai KPK menjadi ASN," kata Sigit.

Koalisi Guru Besar Antikorupsi, lanjut Sigit, menilai adanya polemik TWK ini akan mengganggu proses penanganan perkara besar.

Beberapa diantaranya seperti kasus bansos Covid-19, suap benih lobster, hingga suap Ditjen Pajak.

"Sebagaimana diketahui, mayoritas pegawai yang diberhentikan berprofesi sebagai Penyelidik dan Penyidik yang sedang menangani sejumlah perkara. Mulai dari suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap benih lobster, korupsi KTP-Elektronik, suap di Direktorat Pajak, dan lain sebagainya," kata dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini