TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu ini, marak kasus pinjaman online ilegal yang berujung ancaman.
Nasabah yang tak bisa membayar tagihan pinjaman online menerima tindakan tak menyenangkan dari pihak peminjam.
Salah satunya, pihak pinjaman online mengancam dan meneror nasabah, hingga kontak terdekatnya.
Bahkan, ada yang sampai menyebarkan data pribadi nasabah.
Lantas, bagaimana langkah hukum saat nasab menerima ancaman ini ?
Baca juga: Berpotensi Kriminalisasi Profesi Advokat, LBH Desak Pemerintah Hapus Pasal 281 dan 282 RUU KUHP
Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi Solo Chairul Sadad Albar menyebut tindakan ancaman pihak pinjaman online itu melanggar hukum.
Nasabah sebagai korban bisa melaporkan ke pihak kepolisian dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kita bisa upayakan hukum pidana baik kepada pihak kepolisian, atau mengadukan hal tersebut ke pada pihak OJK."
"Saya melihat OJK juga mempunyai kontak untuk menyampaikan informasi pinjaman legal maupun ilegal," ucapnya saat program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Pasal 281 dan 282 RUU KUHP Dinilai Berpotensi Mengkriminalisasi Profesi Advokat
Teror pinjaman online ini dinilai dapat merusak psikis korban.
Selain itu, Chairul mengatakan ada beberapa pasal yang bisa dijerat pada pinjaman online ilegal itu.
Yakni, pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman penjara maksimal 9 tahun.
"Setiap debt collector yang melakukan upaya penagihan dengan melawan hukum, maka bisa terkena pasal ini," imbuh dia.
Kata Chairul, ancaman itu juga masuk ke dalam pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Cegah Maraknya Kasus Kurir COD Diancam, YLKI Sarankan Platform Belanja Online Lakukan Hal Ini
"Pelapor bisa melalkukan upaya hukum pelaporan dan polisi bisa memproses dengan pasal 29 juncto 45 B dalam UU ITE.'
"Ancaman hukumannya maksimal 4 tahun dan denda Rp 750 Juta," terangnya.
Ada pula pasal 32 juncto 48 UU ITE terkait menyalin data milik orang lain.
Lalu, pasal pengancaman dalam UU ITE, yakni pasal 27.
Lain halnya, jika pihak pinjaman online sampai menyebar data kependudukan pribadi nasabah bisa terjerat pasal 95 A UU Nomor 24 tentang Administrasi Kependudukan.
Baca juga: Apa Saja Modus yang Dilakukan Pelaku Kasus Mafia Tanah? Begini Penjelasan dari Advokat
"Bisa dipenjara paling lama 2 tahun danĀ denda Rp 25 Juta," tambahnya.
Chairul menjelaskan pula soal bukti apa saja yang bisa dilampirkan saat melapor.
Disebutkannya, nasabah harus melampirkan minimal 2 alat bukti, bisa berupa tangkapan layar (screenshoot) ancaman pinjaman online dan keterangan saksi.
"Bisa screnshoot, kita print out. Satunya adalah saksi, ada teman kita yang pernah ditelpon dan melihat ancaman, itu bisa jadi saksi," kata Chairul.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)