Tinggalkan bangku kuliah
Secara keseluruhan tuntutan ganti rugi berjumlah 13 juta dolar AS atau pada saat itu setara lebih dari Rp 12 miliar. “Bagaimana saya harus membayar ganti rugi terhadap korban tewas dalam inisden 12 November di Dili sebesar itu? Padahal, saya sudah berusaha keras untuk mencegahnya,” ujar Sintong Panjaitan yang dikutip Tribunnews.com dari buku ‘Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’, karya Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, Maret 2009.
Profesor Papanex, dosen pembimbing Sintong di Boston University, juga pernah menjadi guru besar di Universitas Indonesia (UI), menjelaskan mengenai undang-undang yang menyangkut pelanggaran hak asasi manusia di era pemerintahan Presiden George HW Bush (Bush senior).
Ada sebuah pasal yang menyebutkan jika terjadi perbuatan pelanggaran hak asasi manusia dan pelakunya berada di Amerika Serikat, maka ia dapat dituntut secara perdata. Setelah menerima surat panggilan itu Sintong menghubungi Duta Besar RI di Washington DC.
Laporan Sintong kemudian diteruskan kepada Menko Polkam Sudomo di Jakarta. Setelah mempelajari laporan itu, Sudomo memutuskan memanggil pulang pria kelahiran Tarutung, Sumatera Utara tersebut.
Selanjutnya Panglima ABRI, saat itu dijabat Jenderal TNI Try Soetrisno, lewat sambungan telepon memberi perintah serupa.
“Tong kamu pulang sekarang . Kamu nggak usah ke mana-mana. Kamu langsung pulang saja ke sini,” ujar Panglima ABRI.
Tak pelak Sintong segera pulang ke tanah air dan meninggalkan bangku kuliah hukum yang sudah dijalani selama satu tahun. Keberadaan Sintong di Boston University sebenarnya merupakan persiapan untuk menempuh kuliah non-degree dalam mata kuliah National & Internastional Security di Havard University.
Profesor Papanex sebenarnya memberi saran agar Sintong tidak usah balik ke Indonesia, karena tuntutan perdata menyangkut martabat diri pribadi Sintong dan negara. Menurutnya, kasus itu akan menjadi kasus hukum yang menarik di Amerika Serikat.
Papanex bahkan menyanggupi akan menyediakan pengacara bagi Sintong. Namun Sintong tetap harus pulang. “Saya masih tetap seorang tentara,” ujar Sintong ketika pamit kepada sang guru besar tersebut. (*)
*Dikutip dari buku ‘Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’, karya Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, Maret 2009.
Baca juga: Dari Pencopotan KSAL Laksamana Sucipto hingga Kasum TNI Letjen Suaidi