TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan menindaklanjuti munculnya nama mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam sidang perkara dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur.
“Fakta sidang perkara ini baik keterangan saksi maupun para terdakwa selanjutnya akan dianalisa tim jpu KPK dalam surat tuntutannya,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (16/6/2021).
Kata Ali, analisa diperlukan pihaknya untuk mendapat kesimpulan, apakah keterangan saksi tersebut ada saling keterkaitan dengan alat bukti lainnya, sehingga membentuk fakta hukum untuk dikembangkan lebih lanjut.
“Prinsipnya, tentu sejauh jika ada kecukupan setidaknya 2 bukti permulaan yang cukup, kami pastikan perkara ini akan dikembangkan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka,” katanya.
Sebelumnya diwartakan nama mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah disebut-sebut dalam sidang perkara korupsi izin ekspor benur.
Dikatakan, bersama Azis Syamsuddin, Fahri Hamzah diduga 'menitipkan' perusahaan untuk terlibat dalam budidaya lobster.
Adapun kesaksian itu disampaikan Staf Khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri.
Ia bersaksi untuk bosnya Edhy sebagai terdakwa yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (15/6/2021) malam.
Nama keduanya muncul ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menampilkan percakapan dari ponsel milik Safri yang disita oleh penyidik KPK saat dilakukan penangkapan.
"Terkait barang bukti dari hp saudara saksi. Apa benar saudara saksi hp-nya disita penyidik KPK?” tanya jaksa KPK kepada Safri dalam sidang.
Mendengar pertanyaan jaksa, ia membenarkan ponselnya disita oleh penyidik antirasuah ketika itu.
"Betul," jawab Safri
Kembali, jaksa KPK pun menanyakan apakah benar ini foto profile WhatsApp saksi Safri di ponsel miliknya.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut KPK Lama Merusak Orang: Dia Tidak Suka Audit, Lebih Suka Ngintip
Dan juga, Jaksa perlihatkan profile WA milik Edhy Prabowo di ponsel milik Safri tersebut.
"Nah ini profile WA saudara," tanya jaksa.
"Betul," jawab Safri.
"ini profile WA siapa saudara ?” kembali jaksa menanyakan saksi Safri.
"Pak Edhy Prabowo," jawab Safri.
Majelis hakim yang turut diperlihatkan isi WA milik Safri pun sempat mengambil alih pertanyaan.
Ia menanyakan ada sebuah nama Azis Syamsuddin di ponsel milik Safri.
"Itu ada apa itu Azis Syamsuddin itu. Siapa itu ? Baru muncul itu berarti,” kata hakim menanyakan.
Mendengar apa yang ditanyakan majelis hakim, jaksa KPK pun menjelaskan isi percakapan Safri dengan Edhy Prabowo.
Dimana Edhy memakai inisial nama BEP diponsel milik Safri.
"Oke. Ini ada WA dari BEP. Benar, saudara saksi BEP ini pak Edhy Prabowo ?" tanya jaksa.
Safri pun menjawab, “Iya”.
Jaksa kemudian membongkar isi percakapannya berawal dari Edhy yang mengirimkan pesan WA kepada Safri.
"Saf, ini orangnya pak Azis Syamsuddin wakil ketua DPR mau ikut budidaya lobster?” kata jaksa menirukan isi percakapan.
Balasan Safri dalam percakapan pun "Oke bang".
Jaksa lalu memastikan dengan menanyakan saksi Safri dalam sidang.
"Apa maksud saudara saksi menjawab oke bang?” tanya jaksa.
Safri menjawab hanya menjalankan perintah.
"Maksudnya perintah beliau saya jalankan kalau untuk membantu secara umum ya," jawab Safri.
Jaksa kembali menegaskan berarti ada perintah dari Edhy Prabowo.
Safri pun mengamini hal itu.
Majelis hakim pun mengambil alih sidang.
Hakim lanjut menanyakan kepada saksi Safri, apakah mengetahui perusahaan apa yang akan dipakai oleh Azis Syamsudsin dalam ikut sertanya dalam budidaya lobster.
"Apa yang dimaksud Safri ini, nanti dulu sampai Syamsuddin dulu. Wakil Ketua DPR mau ikutan budi daya lobster. Saksi bisa dijelaskan PT apa yang berkaitan dengan nama itu?” tanya majelis hakim.
Mendengar pertanyaan majelis hakim, Safri pun tak ingat perusahaan apa yang dipakai oleh Azis tersebut.
"Saya tidak ingat," jawab Safri.
Kemudian, jaksa KPK kembali melanjutkan dengan memperlihatkan isi percakapan pada 16 Mei.
Dimana, percakapan itu diawali oleh Edhy Prabowo kepada Safri, yang dibacakan ulang oleh jaksa KPK.
"Saf, ini tim pak Fahri Hamzah mau jalan lobster. Langsung hubungi dan undang presentasi," begitu isi percakapan tersebut.
Kemudian Safri membalas isi percakapan itu, "Oke bang".
Jaksa KPK pun kembali mempertegas apa benar isi percakapan ini.
"Benar itu?” tanya Jaksa kepada Safri.
"Betul," jawabnya.
Namun Safri kembali tak ingat perusahaan apa yang dipakai oleh Fahri Hamzah dalam mnegikuti izin budidaya lobster, ketika ditanya oleh jaksa.
"Berarti memang ada perintah dari Edhy? Saudara saksi masih ingat nama perusahaannya?” tanya jaksa.
"Saya tidak tahu, tapi saya hanya koordinasi dengan saudara Andreau," jawab Safri.
Salah satu tim penasihat hukum Edhy Prabowo, menyampaikan keberatannya atas pertanyaan yang terus dicecar oleh Jaksa kepada saksi Safri mengenai perusahaan yang dipakai kedua orang tersebut.
Tim PH pun menyampaikan keberatan kepada majelis hakim.
"Yang mulia, jika diperkenankan karena saksi ini beberapa kali ditanya nama PT-nya tidak pernah mengetahui. Saya pikir ini kan persoalan etika juga harus dijunjung, Yang Mulia," kata tim PH.
Mendengar permohonan tim hukum, majelis hakim pun memberikan penjelasan, bahwa apa yang disampaikan jaksa KPK maupun saksi ini berasal dari sebuah barang bukti dalam perkara tersebut.
"Itu kan bagian dari barang bukti. Dia kan menjawab apa adanya, tidak tahu. PT-nya apa, tidak tahu. Ya sudah itu. Itu kan terkait dengan barang bukti elektronik. UU ITE mengakui itu sebagai alat bukti. Lanjut," kata majelis hakim.
Dalam dakwaan, Edhy diduga menerima suap sekitar Rp24.625.587.250.000 dan 77 ribu dolar AS terkait perizinan ekspor benur tahun 2020.
Jaksa Ronald merinci penerimaan suap Edhy diterimanya melalui perantara yakni, Sekretaris Pribadinya Amiril Mukminin dan staf khususnya Safri.
Kemudian melalui staf pribadi Istri Edhy, Iis Rosita Dewi selaku Anggota DPR RI, Ainul Faqih; dan staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi.