TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2007-2011, M Jasin memandang pemecatan pegawai KPK harus didasarkan audit.
Selain itu, Jasin mengatakan sebelum memecat pegawai maka KPK harus melakukan sejumlah pemeriksaan terkait indikator-indikator yang bisa digunakan untuk mengukur layak atau tidaknya seorang pegawai KPK dipecat.
Indikator tersebut, kata Jasin, diantaranya terkait dengan pelanggaran kode etik, performa kinerja, dan pelanggaran hukum.
Dalam proses audit tersebut, KPK harus mampu menunjukkan bukti-bukti kepada pegawai tersebut sebelum akhirnya memutuskan untuk memecat pegawai bersangkutan.
Baca juga: ICW Duga Nurul Ghufron Takut Sebut Firli Bahuri Sebagai Penggagas TWK Pegawai KPK
Hal tersebut disampaikan Jasin usai memberikan keterangan terkait aduan pegawai KPK yang menduga adanya pelanggaran HAM dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Jadi tidak hanya sekadar tes saja kemudian sebagai dasar untuk melengserkan pegawai KPK. Tak bisa, dasarnya harus audit atau pemeriksaan seperti itu," kata Jasin di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Jumat (18/6/2021).
Jasin juga mengingatkan pegawai KPK merupakan pegawai Komisi Negara yang digaji oleh APBN, dilingkupi oleh Peraturan Pemerintah (PP) yaitu nomor 63 tahun 2005 terkait sistem manajemen sumber daya manusia di KPK.
Selain itu, kata dia, ada PP mengenai hak keuangan dan protkoler pimpinan KPK yang diterbitkan antara tahun 2005 sampai 2006.
"Sehingga apabila dia dipecat, itu pasti didasarkan atas hal-hal yang diatur di PP itu, antara lain pelanggaran hukum, pelanggaran kode etik, atau dia tidak bisa mencapai kinerja atau dia meninggal dunia," kata Jasin.
Menyinggung terkait TWK yang dijadikan dasar pemecatan 51 pegawai KPK, Jasin mengatakam tidak ada klausula tes yang berakhir dengan pemecatan dalam PP 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil.
"Tidak ada klausula tes yang berakhir dengan pemecatan dalam PP 41 tahun 2020," kata Jasin.