TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqoddas, menyatakan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan 'success story' dari pemerintah, ketua umum partai politik, serta pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam diskusi pada Sabtu (19/6/2021) yang digelar oleh Ilmu Pemerintahan Fisipol UMY, setidaknya dibeberkan Busyro, ada empat poin yang menjadi sumber petaka dari permasalahan yang dihadapi KPK, mulai dari revisi Undang-Undang KPK, hingga hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Sumber petaka pelumpuhan KPK? Satu, konsensus DPR bersama Presiden Jokowi melalui revisi Undang-undang KPK. Itu pelumpuhan KPK yang sempurna, inilah success story yang real dari Presiden Jokowi bersama ketua umum parpol-parpol dan pimpinan DPR,” ucap Busyro dalam diskusi bertajuk 'Agenda Mendesak Penguatan KPK, Perspektif, Hukum, Politik, Pemerintahan dan Demokrasi' itu.
Tidak berhenti sampai di situ, Busyro juga menyebut bahwa revisi UU KPK oleh presiden dan badan legislatif ini sebagai sebuah bentuk kejahatan, sebab ini merupakan sebuah pembiaran kejahatan korupsi.
Menurut dia, poin yang kedua adalah dominasi kuasa oligarki bisnis.
Kemudian, sumber pelemahan ketiga adalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK itu sendiri, yang Busyro sebut sebagai 'akrobat politik kumuh.'
Baca juga: ICW Duga Nurul Ghufron Takut Sebut Firli Bahuri Sebagai Penggagas TWK Pegawai KPK
Sebagaimana diketahui, sebanyak 75 pegawai KPK terancam dipecat dari posisinya akibat tidak lolos tes tersebut, salah satunya adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan.
“Ketiga, akrobat politik kumuh. Yaitu Tes Wawasan Kebangsaan KPK dan lumpuhnya komitmen partai politik koalisi utama. Sampai hari ini, mana ada parpol yang menunjukkan concern sensitif, kepekaan, pada 75 pegawai yang disingkirkan dengan cara yang tidak beradab itu?” tanya Busyro.
Kemudian lanjut Busyro, poin keempat yang menjadi sumber pelemahan adalah kuatnya arus elite politik dan bisnis di Indonesia dalam kepentingan pemenangan di Pemilu 2024 mendatang.
Ia berpendapat, jika KPK tetap menjadi badan yang independen, posisi orang-orang yang memiliki kepentingan tersebut menjadi terancam.
Oleh karena itulah banyak pihak yang mencoba 'menundukkan' KPK.
“Keempat, arus kuat elite politik dan bisnis untuk pemenangan politik 2024. Poin keempat ini tidak saya analisis tanpa gejala. Tapi 4 tahun kami bersama teman-teman, termasuk 75 pegawai KPK itu, menggeluti, menghayati, dengan sungguh-sungguh, berbasis fakta dan kajian-kajian, secara akademis, profesional, akuntabel,” jelas eks Ketua KPK periode 2010-2011 ini.
“Sesungguhnya yang paling ditakuti dengan adanya KPK yang independen itu adalah apabila mengganggu proses-proses mengeksploitasi kekayaan perekonomian dalam rangka pemilu-pemilu, sejak Pemilu 2014, 2019, dan nanti 2024. Maka dalam rangka poin 4 ini, KPK harus dilumpuhkan,” imbuh dia.