TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah menteri, mantan pejabat dan orang-orang dekat Presiden Joko Widodo disebut sibuk melobi MPR untuk amandemen Pasal 7 UUD 1945 agar masa jabatan Presiden Jokowi bisa diperpanjang atau 3 periode.
Demikian laporan sebuah majalah mingguan yang terbit hari ini, Senin (21/6/2021).
Suhendra Hadikuntono, inisiator awal Jokowi 3 periode, yang mengembuskan wacana itu pada 18 November 2019 lalu diduga ikut melobi MPR agar Jokowi bisa menjabat 3 periode dengan melakukan Amandemen Pasal 7 UUD 1945.
Saat dikonformasi terkait hal tersebut, Suhendra tidak menampik tetapi juga tidak mengiyakan.
"Sekarang kan teknologi sudah canggih. Silakan periksa jejak digital saya, terutama melalui pemberitaan media. Di sana semua pertanyaan itu akan terjawab," ujar Suhendra Hadikuntono di Jakarta, Senin (21/6/2021).
"Namanya juga operasi senyap. Kalau dibeberkan, bukan operasi senyap lagi dong," lanjut Suhendra yang juga eks Ketua Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) ini.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Seknas Jokowi: Aspirasi Melanggar Konstitusi Sebaiknya Dihentikan
Suhendra mengakui, langkah Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari yang mendeklarasikan dukungan untuk Presiden Jokowi menjabat 3 periode, bahkan membentuk Relawan Jokowi-Prabowo atau "Jok-Pro 2024" merupakan "follower"-nya, karena sejak 2019 dirinya sudah melakukan hal yang sama.
"Bagus dong, upaya kebaikan berbuah kebaikan," kata Suhendra yang dikenal sebagai Pendiri dan Ketua Umum Putra-Putri Jawa Kelahiran Sumatra, Sulawesi, dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara ini.
Suhendra menyatakan alasan Qodari mendesakkan wacana Jokowi 3 periode perlu lebih fokus agar pencapaiannya terpola yakni demi kesinambungan pembangunan nasional.
"Terutama pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dan proyek-proyek infrastruktur lainnya seperti jalan tol, bandar udara dan pelabuhan. Kalau Presiden Jokowi lengser di 2024, kita khawatir proyek-proyek monumental itu akan batal," paparnya.
Di samping itu, kata Suhendra, usia Jokowi yang hari ini genap 60 tahun masih relatif muda untuk usia harapan hidup orang Indonesia yang dari tahun ke tahun terus meningkat.
"Bandingkan dengan Joe Biden yang usia 78 terpilih jadi Presiden AS, dan Mahathir Mohamad yang usia 90 terpilih jadi Perdana Menteri Malaysia. Dalam usia yang masih relatif muda, sayang jika kapasitas dan integritas Pak Jokowi tidak bermanfaat karena terhalang konstitusi," terangnya.
Terkait pro-kontra usulan Jokowi 3 periode, Suhendra menilai hal itu wajar dan biasa-biasa saja.
"Hanya orang yang takut bersaing secara demokratis dan fair play saja yang tidak setuju hal tersebut dilakukan. Toh tetap dipilih oleh rakyat, bukan diangkat MPR. Kalau pun nantinya Pak Jokowi kalah, ya kalah saja. Demikian pula sebaliknya. Bukan sesuatu yang sakral atau istimewa, dari Soekarno ke Soharto, lalu ke Gus Dur sudah ada yurisprudensinya. Kenapa panik? Bersainglah dengan prestasi, bukan pencitraan, apalagi pembunuhan karakter agar tidak dipermalukan oleh anak cucu kita kelak," ujar Suhendra.
Tiga periode
Pekan ini wacana Jokowi tiga periode menjabat presiden ramai lagi setelah sebuah komunitas relawan bernama Jokowi-Prabowo (Jok-Pro) 2024 menginginkan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto berpasangan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sekretaris Jenderal Jok-Pro 2024 Timothy Ivan Triyono mengatakan, komunitas ini terbentuk untuk mencegah polarisasi ekstrem di Indonesia pasca-pilpres sebelumnya.
Menurut Ivan, untuk mencegah hal tersebut terjadi kembali di Pilpres selanjutnya, maka komunitas menginginkan Jokowi Prabowo maju berpasangan dalam Pilpres 2024.
"Dan memang sepertinya Jok-Pro itu sangat efisien untuk mencegah polarisasi ekstrim di Indonesia. Alasan utamanya adalah kami lelah dengan adanya cebong dan kampret. Kami lelah dengan adanya pembelahan di masyarakat," kata Ivan kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).
Ivan menilai, komunitas Jok-Pro 2024 sudah lelah dengan adanya polarisasi ekstrim yang terbentuk pasca pilpres sebelumnya.
Menurut dia, hal itu telah membuat adanya isu-isu SARA, dan isu primordial yang kerap digaungkan baik kubu Jokowi maupun Prabowo.
"Jadi kami menginginkan pencegahan terhadap polarisasi ekstrem. Jadi kami enggak mau tuh polarisasi ekstrim itu terjadi lagi di Pilpres 2024," ujarnya.
Ia menceritakan bagaimana komunitas ini terbentuk bermula dari komunikasi antara dirinya, Baron Danardono Wibowo, dan Qodari yang sama-sama menginginkan Jokowi kembali menjadi Presiden RI pada 2024.
Namun, kemudian Qodari mengusulkan agar Jokowi dipasangkan dengan Prabowo Subianto.
Usulan itupun disetujui oleh Ivan dan Baron, hingga akhirnya muncul Komunitas Jok-Pro 2024.
Ditolak Jokowi
Terkait hal itu, pihak Istana Kepresidenan RI melalui Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman mengatakan saat ini Presiden Jokowi tetap berpegang teguh kepada Konstitusi.
"Mengingatkan kembali, Presiden Jokowi tegak lurus konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap Reformasi 1998," ujar Fadjroel dalam keterangan tertulisnya, , Sabtu (19/6/2021).
Menurut Fadjroel. sesuai Pasal 7 UUD 1945 amandemen pertama menyebutkan bahwa, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Baca juga: Mewacanakan Presiden 3 Periode Adalah Mereka Yang Tak Mau Lepas dari Kekuasaan
Selain itu, lanjut dia, Jokowi telah dua kali menyatakan menolak wacana jabatan presiden selama tiga periode.
Penolakan pertama disampaikan pada 2 Februari 2019.
Saat itu, kata Fadjroel, Jokowi menyinggung apabila ada pihak yang mengungkap presiden dipilih tiga periode memiliki motif tertentu.
"Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar Fadjroel mengutip pernyataan Jokowi.
Kemudian, penolakan kedua disampaikan pada 15 Maret 2021.
Saat itu, Kepala Negara menyatakan tidak ada niat dan tidak berminat menjadi Presiden RI untuk tiga periode.
"Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama. Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemi," ungkap Fadjroel kembali mengutip pernyataan Jokowi.
Dengan demikian, Fadjroel menegaskan, sikap Jokowi seharusnya menjadi pegangan semua pihak.
"Sikap presiden dalam dua kali kesempatan di atas yang harus menjadi pegangan semua pihak," katanya.