News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Masa Jabatan Presiden

Pengamat Sebut Membatasi Jabatan Presiden Mencegah Hal Negatif, Ini Penjelasannya

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat politik dan pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Madani Ray Rangkuti

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyebut, jika masa jabatan presiden 3 periode hanya untuk melanjutkan pembangunan, maka kelanjutan pembangunan tidak perlu dikhawatirkan.

Sebab, siapapun presiden sesudahnya pasti akan melakukan hal itu.

Baca juga: Presiden 3 Periode Disebut Cegah Polarisasi, Jokowi-Prabowo Diimbau Tak Ikut Kontestasi Pilpres Lagi

"Pak Jokowi sendiri sudah membuktikannya. Melanjutkan hal yang baik yang pernah dicapai oleh presiden-presiden sebelumnya, sementara mengisi hal yang belum tercapai atau dilakukan," kata Ray Rangkuti dalam diskusi Presiden Jokowi 3 Periode: Khayalan atau Kenyataan yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/6/2021).

Menurut Ray, persoalannya justru bagaimana mencegah hal-hal negatif yang dirasa berkembang setidaknya pada periode ke 2 pak Jokowi.

Baca juga: Isu Presiden 3 Periode, Fadli Zon Sebut Cukup 2 Periode, Fahri Hamzah: Emang Tidak Ada Karir Baru?

Misalnya, pelemahan KPK dan gerakan anti korupsi umunya, lemahnya komitmen pada perlindungan HAM, kriminalisasi para kritikus, meningkatkan profesionalisme polisi, mencegah TNI ikut serta dalam aktivitas politik, hutang negara yang menumpuk.

Bahkan seperti disebut BPK, Indonesia akan kesulitan membayar hutang, nepotisme yang merebak, pembuatan UU yang mengabaikan aspirasi masyarakat, indeks demokrasi kita yang makin merosot dan perihal negatif lainnya.

"Maka membatasi jabatan presiden untuk mencegah berbagai hal negatif di atas makin jauh atau berkembang adalah salah satunya," jelasnya.

Fadjroel Rachman Tegaskan Masa Jabatan Presiden Hanya 2 Periode

Isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode terus bergulir.

Bahkan muncul pula komunitas yang mendukung Jokowi agar dapat maju kembali dalam Pilpres 2024

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan Presiden Jokowi menolak wacana masa jabatan presiden 3 periode.

Menurutnya, Presiden akan tegak lurus terhadap konstitusi UUD 1945 dan amanat reformasi 1998.

"Mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegak lurus konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap reformasi 1998. Sesuai pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1 bahwa 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan'," kata Fadjroel saat dikonformasi Tribunnews.com, Rabu (23/6/2021).

Fadjroel juga mengingatkan kembali terkait penegasan Presiden Jokowi saat menolak wacara presiden 3 periode.

Baca juga: Isu Presiden 3 Periode, Fadli Zon Sebut Cukup 2 Periode, Fahri Hamzah: Emang Tidak Ada Karir Baru?

Pertama, pada 12 Februari 2019 lalu, dimana Presiden Jokowi berbicara soal adanya pihak yang berupaya menampar muka serta cari muka kepada dirinya.

Padahal mereka ingin menjerumuskan Jokowi.

Kedua, pada 15 Maret 2021, dimana Presiden kembali menegaskan dirinya tidak berniat untuk maju lagi sebagai Presiden.

Baca juga: Jika Ingin Jabat Presiden 3 Periode, Pengamat Sebut Mudah Bagi Koalisi Jokowi untuk Amandemen UUD 45

Karena, konstitusi mengamanatkan hanya 2 periode masa jabatan.

Jokowi saat itu juga mengingatkam agar tak membuat gaduh dalam situasi penanganan pandemi ini.

Hambat Regenerasi Pimpinan Politik dan Mundurkan Demokrasi

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dr Agus Riwanto mengatakan jika wacana presiden tiga periode dilakukan maka akan menghambat regenerasi kepemimpinan politik.

Agus mengungkapkan, jabatan tiga periode tersebut nantikan akan menyebabkan keterlambatan sirkulasi pemimpinan politik selama 15 tahun.

"Secara prinsip sebenarnya kalah presiden jabatannya tiga kali atau 15 tahun, itu berarti akan menghambat regenerasi kepemimpinan politik."

"Berarti ada keterlambatan sirkulasi, kepemimpinan politik kita mandek selama 15 tahun," kata Agus kepada Tribunnews.com, Selasa (22/6/2021).

Baca juga: Pimpinan MPR Bantah Ada Pembicaraan Jabatan Presiden 3 Periode dengan Pihak Istana

Publik pun tidak akan bisa mendapatkan alternatif sosok pemimpin-pemimpin baru.

Selain itu jabatan presiden selama tiga periode atau 15 tahun ini juga akan memundurkan demokrasi Indonesia.

"Jadi publik tidak disodori oleh alternatif pemimpin-pemimpin baru."

"Selain itu memundurkan demokrasi kita," tambah pria yang juga Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UNS.

Pengamat Hukum Tata Negara Fakultas Hukum dan Direktur LKBH FH UNS Surakarta, Dr Agus Riwanto (Istimewa)

Baca juga: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Pimpinan MPR : Sampai Saat Ini Tidak Ada Pembicaraan 

Jabatan Presiden 2 Periode Dilakukan untuk Beri Alternatif Pemimpin Baru

Menurut Agus dua kali jabatan presiden selama 10 tahun ini dilakukan guna memberi ruang agar ada sirkulasi untuk kekuasaan bisa berganti.

Selain itu publik juga bisa diberikan alternatif baru dan pemimpin-pemimpin politik yang baru.

"Sepuluh tahun atau dua kali jabatan presiden itu untuk memberi ruang supaya ada sirkulasi kekuasaan berganti."

"Sehingga publik diberi alternatif-alternatif baru, pemimpin-pemimpin politik baru," ungkap Dosen FH UNS ini.

Baca juga: Kritik Wacana Referendum Presiden Tiga Periode, HNW: Itu Juga Inkonstitusional

Kebebasan Berekspresi Dibatasi oleh Konstitusi

Diberitakan sebelumnya, menanggapi adanya dukungan pada Jokowi untuk menjabat Presiden selama tiga periode, Dr Agus Riwanto menilai jika dukungan tersebut sah-sah saja diberikan.

Karena itu merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh semua orang.

Namun tetap saja, kebebasan berekspresi ini dibatasi oleh konstitusi.

"Setiap orang itu bebas mengekspresikan pendapatnya ya, termasuk orang yang mengusulkan supaya Jokowi bisa menjabat atau mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode yang ketiga."

"Bebas-bebas saja karena bagian dari berekspresi. Hanya saja kebebasan berekspresi itu kan dibatasi oleh konstitusi," kata Agusnya, Selasa (22/6/2021).

Baca juga: Presiden 3 Periode, Gerindra: Saat Ini yang Diperlukan Menekan Laju Covid, Bukan Amandemen UUD 1945

Wacana Presiden 3 Periode Bertentangan dengan Konstitusi

Lebih lanjut, Agus pun mengungkapkan jika membaca ketentuan di Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen pertama, sudah dijelaskan bahwa presiden hanya bisa menjabat selama dua kali masa jabatan.

Setelahnya presiden tidak bisa dipilih kembali.

Artinya, siapapun yang sudah menjabat selama dua kali sebagai presiden, tidak diperbolehkan untuk mencalonkan kembali.

Karena itu adalah prinsip dasar dari konstitusi.

Baca juga: Deretan Tokoh yang Menolak Wacana Presiden 3 Periode, Ada Mahfud MD, Anwar Abbas dan Relawan PROJO

"Kalau kita baca ketentuan di pasal 7 UUD 1945, hasil amandemen pertama itu. Sudah jelas bahwa presiden hanya dapat menjabat selama dua kali masa jabatan. Setelah itu tidak boleh dipilih kembali."

"Jadi pagarnya berekspresi itu adalah konstitusi. Artinya tidak boleh siapapun yang sudah menjabat dua kali sebagai presiden itu kemudian mencalonkan kembali. Itu prinsip dasar konstitusi," terang Agus.

Untuk itu jika seseorang menginginkan kembali untuk menjadi presiden setelah dua periode, maka itu adalah tindakan inkonstitusional.

Karena tindakan tersebut bertentangan dengan konstitusi.

"Nah kalau seseorang itu ingin mencalonkan kembali sebagai presiden, maka secara konstitusional, itu inkonstitusional karena bertentangan dengan kosntitusi," kata dia.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini