Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.
Masa penahanan Anja yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2019 itu diperpanjang selama 40 hari ke depan.
Dengan demikian, Anja bakal mendekam di sel tahanannya setidaknya hingga 11 Agustus 2021.
"Kamis (1/7/2021) tim penyidik memperpanjang masa tahanan tersangka AR (Anja Runtuwene) selama 40 hari ke depan terhitung mulai 3 Juli 2021 sampai dengan 11 Agustus 2021 di Rutan KPK Gedung Merah Putih," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (2/7/2021).
Tidak hanya Anja, KPK juga memutuskan memperpanjang masa penahanan Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian yang juga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul.
Masa penahanan Tommy diperpanjang selama 40 hari ke depan terhitung sejak Sabtu (4/7/2021).
Baca juga: KPK Usut Kedekatan Yoory Corneles dan PT Adorana Propertindo Terkait Pengadaan Tanah Munjul
"Dilakukan juga perpanjangan penahahan tersangka TA (Tommy Adrian) untuk 40 hari ke depan terhitung mulai 4 Juli 2021 sampai dengan 12 Agustus 2021 di Rutan KPK Gedung Merah Putih," kata Ipi.
KPK dalam perkara ini telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles (YRC), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) bernama Rudy Hartono Iskandar (RHI), serta satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Dalam perkara ini, KPK menduga ada kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 152,5 miliar.
Mulanya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan mencari tanah di Jakarta yang akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
Baca juga: KPK Periksa Eks Senior Manajer Divisi Usaha Sarana Jaya di Kasus Korupsi Tanah Munjul
Pada tanggal 4 Maret 2019 Anja Runtuwene bersama-sama Tommy Adrian dan Rudy Hartono menawarkan tanah di Munjul seluas lebih kurang 4,2 hektare kepada pihak PDPSJ.
Akan tetapi, saat itu kepemilikan tanah tersebut masih sepenuhnya milik Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Anja dan Tommy lalu bertemu dengan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus di Yogyakarta, kemudian disepakati ada pembelian tanah di Munjuk dan disepakati harga tanah adalah Rp2,5 juta permeter sehingga total harga tersebut Rp104,8 miliar.
Pembelian tanah pada tanggal 25 Maret 2019 langsung perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Anja dan Tommy dengan jumlah sekitar Rp5 miliar melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Baca juga: KPK Dikepung Corona, 113 Pegawai Positif Covid
Pelaksanaan serah terima sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus melalui notaris yang ditunjuk oleh Anja.
Anja, Tommy, dan Rudy lantas menawarkan tanah kepada pihak PDPSJ dengan harga Rp7,5 juta permeter dengan total Rp315 miliar.
Diduga terjadi negosiasi fiktif dengan kesepakatan harga Rp5,2 juta permeter dengan total Rp217 miliar.
Maka, pada tanggal 8 April 2019 dilakukan penandatanganan pengikatan akta perjanjian jual beli di hadapan notaris di Kantor PDPSJ antara pihak pembeli yaitu Yoory Corneles dan pihak penjual yakni Anja Runtuwene dan dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI.
Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh PDPSJ kepada Anja sekitar sejumlah Rp43,5 miliar.
Ditemukan juga adanya dugaan penggunaan sejumlah uang oleh Anja Runtuwene untuk kepentingan pribadi bersama dengan pihak terkait lainnya, antara lain pembelian tanah dan pembelian kendaraan mewah.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.