Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi orangtua dan anak beradaptasi dan menghadapi berbagai persoalan baru akibat pandemi Covid-19 bukan hal yang mudah.
Satu permasalahan akibat pandemi Covid-19 adalah Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang memaksa anak belajar di rumah.
Selain harus menghadapi anak yang akhirnya merasa bosan, jenuh, dan sulit berkonsentrasi, orangtua juga khawatir jika anak-anaknya kurang mendapatkan penanaman nilai-nilai kehidupan.
Karenanya, mengelola emosi orangtua dan anak menjadi penting dilakukan, utamanya ketika orangtua mendampingi anak saat belajar.
Selain mampu menanamkan nilai-nilai kehidupan, dengan melatih emosinya, anak akan bertumbuh kembang, mandiri, dan menemukan potensi dirinya.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Entos Zainal pada Media Talk Kemen PPPA dengan tema Anak Sehat dan Bahagia Meski #DiRumahAja, Jumat (2/7/2021).
Baca juga: Jelang Olimpiade, NOC Beri Ultimatum: Yang Positif Covid-19 Tidak Akan Berangkat Ke Tokyo!
“Selama kondisi pandemi Covid-19, kita mengalami perubahan kondisi dan berbagai persoalan baru. Kita diimbau untuk melakukan berbagai aktivitas di rumah. Kita pun tidak pernah membayangkan bahwa anak-anak akan belajar dari rumah dengan tata cara yang baru," katanya
"Pada akhirnya, anak-anak merasa bosan, serta rindu bersenda gurau dan bermain dengan teman-temannya. Di samping itu, orangtua juga memiliki persoalan, diantaranya ketika mereka harus bekerja dari rumah dan mengelola emosinya,” lanjut dia.
Entos mengatakan gesekan-gesekan persoalan yang terjadi antar anggota keluarga tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Karenanya, Kementerian PPPA melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) hadir untuk memberikan layanan pembelajaran dan pendampingan bagi keluarga.
Baca juga: Sehari Jelang Pemberlakuan PPKM Darurat, Kasus Covid-19 Kembali Pecahkan Rekor
Selain itu, Kementerian PPPA bersama Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dan PT Telkom telah meluncurkan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan mental masyarakat di masa pandemi Covid-19.
Melalui layanan ini masyarakat bisa mendapatkan edukasi, konsultasi, dan pendampingan psikologi.
Selain terjadi gesekan persoalan antar anggota keluarga, Entos juga mengungkapkan adanya kekhawatiran terkait penanaman nilai-nilai kehidupan yang tidak didapatkan anak-anak selama PJJ.
“Kami khawatir betul selama pandemi anak-anak kita kurang mendapat penanaman nilai-nilai kehidupan, seperti empati, toleransi, dan kebersamaan. Ketika kami berdialog dengan Forum Anak, ternyata anak-anak memiliki caranya sendiri untuk berkomunikasi dan memecahkan masalah. Mereka juga tak jarang merasa kesepian di rumah,” kata Entos.
Psikolog Ifa H Misbach mengatakan satu faktor yang menyebabkan berbagai permasalahan tersebut adalah transformasi pendidikan belum mampu mendukung bagaimana menciptakan kreativitas belajar.
Sehingga, guru tidak hanya sekadar memindahkan tugas yang diberikan secara manual menjadi bentuk digital.
Proses belajar mengajar secara tatap muka sangatlah berbeda dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Karenanya, kata Ifa pada situasi saat ini dibutuhkan lebih banyak empati agar tidak saling menyalahkan.
Orangtua dan guru saling bekerja sama dan berperan sebagai pelatih emosi anak.
Baca juga: Ceritakan Kondisinya Saat Positif Covid-19, Sempat Drop, Zulfa Maharani: Enggak Bermaksud Menakuti
“Fungsi pendidik (guru dan orangtua) adalah sebagai pelatih emosi untuk melatih mental anak untuk bertumbuh kembang, mandiri, dan menemukan potensi dirinya," katanya.
"Karenanya, menjadi penting bagi orangtua untuk mengelola emosinya juga. Selain itu, prinsip pendampingan harus dilakukan bersama-sama. Diperlukan peran dan interaksi antara anak, guru, dan orangtua untuk menentukan model pengalaman belajar. Dunia pendidikan kita saat ini tidak sama lagi dengan sebelumnya. Mari anggap permasalahan ini menjadi sebuah tantangan bersama,” lanjut dia.
Dalam kesempatan tersebut, Ifa juga juga mengungkapkan bermain bersama anak merupakan hal penting untuk memperkuat ikatan emosi antara orangtua dan anak, dan melatih mereka dalam mengelola emosinya.
Teman terbaik anak saat bermain adalah orangtua.
“Selain menjadi hak, bermain adalah makanan otak untuk anak, bermain adalah pekerjaan utama anak. Jika kita ingin memiliki anak yang antusias dalam mempelajari banyak hal, dan membangun hubungan yang baik dengan teman-teman sebayanya, maka orang dewasa harus ikut bermain bersama membantu anak untuk meningkatkan level dopamine pada otak mereka. Kita dapat memanfaatkan imajinasi kita untuk membuat permainan. Hal ini juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di rumah untuk bermain,” jelas Ifa.
Selain bermain bersama anak, dalam berkomunikasi dengan anak orangtua juga diimbau menghindari kalimat verbal yang bersifat menghakimi, mendikte, menyindir, merendahkan harga diri, membandingkan, mengancam, dan menyalahkan.
“Ayo, para orangtua ubahlah kalimat-kalimat tersebut menjadi pernyataan positif yang disertai dengan dukungan dan apresiasi. Tanya dan dengarkan pendapat, kondisi, dan saran dari mereka,” kata Ifa.