"Ya. Ulama memberi masukan dan ahli kesehatan memberi pandangan maka pemerintah memutuskan kebijakan, dan masyarakat menaatinya," tukasnya.
Sunah muakkadah
Sementara itu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memberikan respon terkait kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Agama yang meniadakan salat Idul Adha 1442 H untuk wilayah zona merah Covid-19.
Peniadaan salat Idul Adha itu sendiri merujuk pada kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat yang telah ditetapkan.
Guna menekan penyebaran Covid-19.
Menyikapi hal itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah KH Haedar Nashir menyatakan akan menaati dan selaras dengan kebijakan yang diatur tersebut.
Dia mengimbau kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk dapat melaksanakan ibadah salat Idul Adha di rumah masing-masing.
Baca juga: Orang Tua Meninggal dalam Jarak Waktu 4 Bulan, Gadis Ini Ungkap Rasa Kehilangan sebagai Anak Tunggal
"Hukum asal pelaksanaan salat Iduladha adalah sunah muakkadah. Oleh karena kondisi persebaran Covid-19 saat ini sangat tinggi dan cepat serta sangat membahayakan, maka pelaksanaan salat Iduladha tahun 1442 H dilaksanakan di rumah masing-masing," kata Haedar saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (4/7/2021).
Hal itu kata Haedar merujuk kepada Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 26 Rajab 1441 H / 21 Maret 2020 M yang menjadi Lampiran Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Ibadah Dalam Kondisi Darurat Covid-19.
Tak hanya itu, Haedar juga mengimbau kepada warga Muhammadiyah khususnya seluruh umat Islam untuk tidak melakukan takbir keliling.
Atas dasar itu, dia meminta warga Muhammadiyah untuk bersama-sama mengatasi pandemi Covid-19 yang belakangan ini penyebarannya semakin masif dengan tetap berada di rumah.
Baca juga: Corona Menggila, Kemenag Terbitkan Edaran, Larang Salat Idul Adha di Zona Merah dan Oranye
"Takbir keliling tidak disarankan dan sebaiknya dilakukan di rumah, warga Muhammadiyah agar sama-sama berusaha mengatasi Covid-19 dengan tetap tinggal di rumah," ucapnya.
Terkecuali kata Haedar untuk kepentingan yang sangat mendesak, itupun harus mengedepankan protokol kesehatan.
"Kecuali jika ditinggalkan akan menimbulkan masalah/kemudaratan seperti kepentingan pekerjaan bagi yang sangat membutuhkan, pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan, dengan memperhatikan prokes yang ketat dan mempertimbangkan keselamatan jiwa," imbuhnya.