News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harmoko Meninggal Dunia

Harmoko, Sosok yang Meminta Soeharto Mundur dari Jabatan Presiden Kini Sudah Tutup Usia

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harmoko saat memberi pernyataan mengimbau Presiden Soeharto mundur, 18 Mei 1998 (kiri) dan Presiden Soeharto saat mengumumkan dirinya mundur dari jabatan pada 21 Mei 1998 (kanan). Harmoko, Menteri Penerangan era Orde Baru, merupakan sosok di balik mundurnya Soeharto dari jabatan presiden. Harmoko mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto pada Minggu (4/7/2021).

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, Harmoko, meninggal dunia pada Minggu (4/7/2021) pukul 20.22 WIB.

Harmoko mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto,

"Innalillahi wa innailaihi rojiun telah meninggal dunia Bapak H Harmoko bin Asmoprawiro pada hari Minggu 4 Juli jam 20:22 WIB di RSPAD Gatot Soebroto.

Mohon dimaafkan segala kesalahan beliau dan mohon doanya insya Allah beliau husnul khotimah. Aamiin," demikian pesan yang diperoleh Tribunnews.com, Minggu.

Mengutip Wikipedia, Harmoko lahir di Nganjuk, Jawa Timur pada 7 Februari 1939.

Suasana rumah duka Harmoko, mantan Menteri Penerangan era Orde Baru kepemimpinan Presiden RI Soeharto di Jalan Taman Patra XII, Nomor 14, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (5/7/2021). (Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra)

Baca juga: Putra Almarhum Harmoko: Bapak Sudah Sejak Lama Sakit PSP

Baca juga: Sang Putra Akui Hasil Tes PCR Terakhir Harmoko Positif Covid-19

Ia adalah Menteri Penerangan era Presiden Soeharto.

Saat menjadi Menteri Penerangan, Harmoko mencetuskan gerakan Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pirsawan).

Gerakan itu dibentuk sebagai alat untuk menyebarkan informasi dari pemerintah.

Selain menjadi Menteri Penerangan, Harmoko juga menjabat sebagai Ketua DPR-MPR periode 1997-1999.

Kala itu, ia mengangkat Soeharto kembali menjadi presiden untuk masa jabatannya yang ketujuh.

Namun, ia pula yang meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran terjadi pada 18 Mei 1998.

Dilansir Kompas.com, permintaan tersebut disampaikan Harmoko secara langsung.

Ia didampingi pimpinan lain, yakni Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, pimpinan Dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko ketika itu.

"Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," lanjutnya.

Baca juga: Keluarga Bersiap Menjemput Jenazah Harmoko di RSPAD untuk Dimakamkan di TMP Kalibata

Baca juga: Harmoko Meninggal Dunia, Airlangga Hartarto: Banyak Hal Dapat Diteladani dari Beliau

Setelah Soeharto lengser dan Indonesia dipimpin BJ Habibie, Harmoko dipercaya menjadi Ketua MPR.

Saat usianya memasuki 77 tahun, Harmoko kesulitan berkomunikasi.

Dikutip dari health.grid.id, ia mengalami kerusakan saraf motorik otak belakang di tahun 2016.

"Memang perlu penanganan ekstra. Bicara sudah pelan dan tidak jelas."

"Kata dokter ini biasanya efek yang terjadi bagi seorang pemikir," kata Ajudan Harmoko, Daliman, Kamis (19/5/2016).

Insiden Palu Patah

Ketua MPR/DPR RI Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad (tidak nampak) saat menggelar konferensi pers di gedung DPR/MPR RI meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, Senin (18/5/1998). (Kompas/Johnny TG)

Selama menjabat sebagai Ketua DPR-MPR periode 1997-1999, ada insiden yang masih melekat di ingatan Harmoko.

Pada Sidang Paripurna ke-V MPR yang digelar 11 Maret 1998, Harmoko menutup gelaran sidang dengan mengetukkan palu sebanyak tiga kali.

Namun, kala itu palu yang ia ketukkan patah dan terlempar ke depan meja jajaran anggota MPR.

"Begitu palu sidang saya ketukkan, meleset, bagian kepalanya patah, kemudian terlempar ke depan," kata Harmoko dalam buku Berhentinya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Harmoko, dilansir Kompas.com.

Baca juga: Mengenang Harmoko, Menteri Penerangan Pencetus Kelompencapir yang Rendah Hati dan Berwawasan Luas

Baca juga: Golkar Berduka, Nurul Arifin: Harmoko Is A Legend

Saat insiden palu patah terjadi, putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut, berada di barisan terdepan.

Peristiwa itu juga disaksikan langsung oleh Presiden Soeharto.

Usai sidang, Harmoko mendampingi Presiden Soeharto meninggalkan ruangan seperti biasanya.

Ia pun meminta maaf pada Presiden Soeharto atas insiden palu patah itu.

"Saya minta maaf, palunya patah. Lantas Pak Harto hanya tersenyum sambil menjawab 'barangkali palunya kendor'," tutur Harmoko.

Sosok Harmoko Pernah Dibahas Ganjar Pranowo

Harmoko sewaktu menjabat Menteri Penerangan (Kompas/JB Suratno)

Pada 2013 silam, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pernah membahas soal Harmoko.

Dikutip dari Kompas.com, Ganjar menjadikan perkataan khas Harmoko sebagai bahan lawakan.

Perkataan tersebut adalah "atas petunjuk Bapak Presiden."

"Gaya sisiran Pak Harmoko pun sudah 'sesuai petunjuk Presiden Soeharto'," kata Ganjar disambut gelak tawa penonton.

Baca juga: Bambang Soesatyo: Harmoko adalah Guru, Panutan Banyak Kader Golkar

Baca juga: BREAKING NEWS: Menteri Penerangan Era Orde Baru Harmoko Meninggal Dunia

Guyonan tersebut dilontarkan Ganjar saat menjadi pembicara dalam Kongres Pemuda Ke-2 yang digelar di Gedung Graha Sabha Pramana UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Minggu (27/10/2013).

Lebih lanjut, Ganjar bercerita, pada masa Orde Baru, televisi sering menayangkan laporan dari pejabat, termasuk Harmoko.

Ia mengaku jengkel akan hal tersebut.

Meski begitu, Ganjar menyayangkan banyak anak muda zaman sekarang yang tak tahu sosok Harmoko.

Tentu saja, apa yang disampaikan Ganjar itu adalah guyonan.

Ganjar menggambarkan performa pejabat zaman dulu tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

"Dulu pejabat banyak protokol, berbaju safari, bercincin akik besar."

"Sekarang pemimpin harus mudah dihubungi, merakyat, dan banyak melihat langsung keadaan di lapangan," kata Ganjar.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Bayu Galih/Fitria Chusna Farisa, Health Grid/Gazali Solahuddin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini