Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Herzaky Mahendra Putra mengungkap adanya perbedaan cara pembungkaman terhadap pelaku gerakan sosial di era saat ini dengan era Orde Baru.
Herzaky mengungkap di era Orde Baru aktor pembungkaman dapat diketahui dengan mudah.
Namun, di era saat ini, aktor pembungkaman susah sekali diungkap.
Sebab, serangan atau upaya pembungkaman pada masa kini lebih mengerikan, seperti upaya doxing.
"Kalau dulu dilakukan oleh aparat, jelas kita tahu aktornya siapa, tapi kalau doxing ini kita tidak tahu, ini banyak sekali akun-akun yang anonim," ujar Herzaky, dalam diskusi daring Forum Diskusi Salemba bertajuk 'Demokrasi dan Gerakan Sosial 4.0 di Masa Pandemi', Jumat (9/7/2021).
Baca juga: Pengamat: Jokowi, Maruf, dan Puan Tak Perlu Bereaksi Berlebihan Tanggapi Kritikan BEM KM Unnes
Dia mencontohkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Leon Alvinda Putra yang menjadi korban doxing belum lama ini.
Leon mengalami kejadian tersebut karena BEM UI melontarkan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sebutan 'The King of Lip Service'.
Selain doxing, Herzaky yang merupakan aktivis 98 mengatakan peretasan akun media sosial juga menjadi upaya pembungkaman di era sekarang.
Baca juga: BEM UI Bantah Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa Besar-besaran pada 5 Juli Nanti
Bahkan sebenarnya peretasan adalah fenomena klasik yang terjadi secara berulang di Tanah Air.
"Kedua, ada namanya peretasan, banyak lah, ada peretasan akun baik itu akun resmi maupun akun pribadi. Baik itu media sosialnya maupun aplikasi percakapan. Ini banyak sekali terjadi, berulang kali kasusnya," kata Herzaky.
Menurut Herzaky, pelaku gerakan sosial menghadapi tantangan pula di era 4.0.
Salah satunya adalah perundungan di media sosial yang dilakukan dengan tujuan menghancurkan karakter yang bersangkutan di media massa.
Baca juga: Kritik Jokowi The King of Lip Service, Ade Armando Singgung Riset BEM UI
Ketika perundungan itu terjadi, bukan hal yang mudah bagi pelaku gerakan sosial untuk memberikan bantahan atau klarifikasi.
"Untuk klarifikasi atau membantahnya itu ada keterbatasan. Belum tentu bisa mencapai titik ujung tersebarnya berita terkait perundungan tadi," ujarnya.