News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Jiwasraya

Pakar Hukum Pidana Dorong Agar Tak Ada Malpraktik Penyitaan Aset dalam Kasus Jiwasraya dan Asabri

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karangan bunga berisi dukungan terhadap Program Restrukturisasi Polis terpampang di depan Kantor Pusat PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Jakarta, Selasa (15/12/2020). Karangan bunga tersebut berisi ucapan dukungan kepada Manajemen baru Jiwasraya dalam penyelamatan polis melalui program restrukturisasi yang dinilai jadi solusi terbaik dalam rangka menyelesaikan sengkarut masalah Jiwasraya. Tribunnews/Irwan Rismawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad mendorong agar tidak ada malpraktik dalam proses penyitaan atau perampasan aset terkait kasus dugaan korupsi di PT Jiwasraya dan PT Asabri.

Suparji mengatakan hal itu mengingat adanya isu atau polemik perampasan aset yang tidak sesuai dengan undang-undang dalam dua kasus tersebut.

Untuk itu, kata dia, pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset mendesak untuk dilakukan.

Undang-Undang terkait perampasan aset tersebut, kata dia, dibutuhkan agar proses hukum terkait PT Jiwasraya dan PT Asabri berjalan sesuai koridor hukum yang benar dan menimbulkan kepastian hukum.

Hal tersebut disampaikannya dalam webinar bertajuk "Apa yang Sebenarnya Terjadi Dalam Proses Penegakan Hukum Jiwasraya-Asabri" pada Sabtu (10/7/2021).

"Kita mendorong juga agar tidak ada malpraktik dalam konteks penyitaan atau perampasan. Maka menjadi sangat mendesak perlunya segera dibahas dan disahkan tentang RUU Perampasan Aset," kata Suparji.

Baca juga: Pakar Hukum Dorong OJK Lebih Intensif Awasi dan Kontribusi pada Kasus Jiwasraya dan Asabri

Tidak hanya mengenai perampasan aset, kata Suparji, kedua kasus tersebut juga diwarnai oleh sejumlah polemik di antaranya persoalan double audit BPK yang masih perlu ada penjelasan lebih lanjut. 

Kemudian, kata dia, ada pula polemik terjadinya disparitas penegakkan hukum.

"Atau dengan konteks yang mestinya ini adalah kasus yang bisa masuk ranah pasar modal tetapi kemudian pada tindak pidana korupsi. Itulah antara lain fakta-fakta yang menjadi polemik dalam berbagai pembicaraan," kata Suparji.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini