TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi akhirnya membebaskan dr.Lois Owien dalam kasus dugaan hoax terkait kematian Covid-19.
Dia dibebaskan setelah mengakui bahwa postingannya di media sosial yang menyebut korban Covid-19 meninggal bukan akibat Covid-19, melainkan akibat interaksi antar obat yang diberikan kepada pasien.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mengapresiasi langkah cepat Polri dalam menangani kasus dr Lois Owein. "Langkah polri sudah tepat," ujar politisi PDIP itu.
Namun demikian kata Dia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harus mengeluarkan bantahan resmi dari pandangan dr. Lois tersebut. "Supaya informasi ke masyarakat tidak mengambang, IDI harus mengeluarkan bantahan resmi," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, meminta penegak hukum mempertimbangkan pendekatan restoratif dalam penanganan kasus Dokter Lois Owien.
Baca juga: Sosok Ini Bongkar Kejanggalan Pendapat dr Lois Sejak Awal 2021, Singgung Kondisi Kejiwaan
Pendekatan restoratif kata Arsul, bisa diterapkan jika Dokter Lois dalam proses pendalaman mengakui dan menyadari apa yang dia ucapkan adalah hal keliru.
"Jika dalam proses hukumnya Dokter Louis mengakui dan menyadari bahwa apa-apa yang disampaikan dan diposting itu salah, maka PPP mengusulkan agar diterapkan saja pendekatan keadilan restoratif," kata Wakil Ketua MPR RI itu.
Salah satu yang diusulkan Arsul, yakni Dokter Lois diberikan kerja sosial sebagai penyadar bahwa pandemi Covid-19 adalah hal berbahaya yang perlu diwaspadai.
"Caranya Dokter Lois harus mau ditetapkan untuk melakukan kerja sosial sebagai duta penyadar bahaya Covid-19 yang mengkampanyekan kepada masyarakat luas," terang Arsul yang juga Anggota Komisi III DPR RI itu.
Baca juga: 5 Fakta Terbaru dr Lois: Tak Percaya Covid-19, Pakai Masker, Akui Bersalah hingga Dibebaskan Polisi
"Bahwa Covid-19 adalah virus menular dan karenanya menerapkan protokol kesehatan 5M secara disiplin adalah sebuah keharusan," imbuh Wakil Ketua MPR itu menambahkan.
Bagi Arsul, tugas sosial itu akan lebih memberikan efek jera dan bermanfaat daripada sekadar memenjarakan orang. "InsyaAllah ini akan lebih bermanfaat daripada sekadar memenjarakan dia sebagai upaya membangun efek jera," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi menerangkan, dr Lois sudah memberikan sejumlah klarifikasi atas pernyataannya sebagai dokter atas fenomena pandemi Covid-19.
"Segala opini terduga yang terkait Covid, diakuinya merupakan opini pribadi yang tidak berlandaskan riset," ujar Slamet, Selasa (13/7/2021).
Kemudian, opini bahwa dr Lois tidak percaya Covid-19, serta opini soal penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid-19 sebagai hal yang tidak relevan.
"Opini-opini itu diakui terduga (dr Lois) merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," imbuhnya.
Pihak Polri mengedepankan keadilan restoratif agar permasalahan opini seperti ini tidak menjadi perbuatan yang dapat terulang di masyarakat.
Baca juga: Polri Pastikan Dokter Lois Owien Masih Berstatus Tersangka Penyebaran Berita Bohong Soal Covid-19
"Kami melihat bahwa pemenjaraan bukan upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir dalam penegakan hukum, atau diistilahkan ultimum remidium. Sehingga, Polri dalam hal ini mengendepankan upaya preventif agar perbuatan seperti ini tidak diikuti oleh pihak lain," ungkap Ketua Satgas PRESISI Polri ini.
Slamet juga berharap, upaya mengingatkan dokter ini agar bijak dalam menggunakan media sosial sebagai alat komunikasi sosial.
"Indonesia sedang berupaya menekan angka penyebaran pandemi, sekali lagi pemenjaraan dokter yang beropini diharapkan agar jangan menambah persoalan bangsa. Sehingga, Polri dan tenaga kesehatan kita minta fokus tangani Covid dalam masa PPKM Darurat ini," pungkasnya.
Sebagai informasi tambahan, Polri memberikan catatan bahwa terduga dapat diproses lebih lanjut secara otoritas profesi kedokteran.*