Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengkritik Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan terkait penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Didi, pernyataan Luhut yang kerap berubah-ubah bisa membingungkan masyarakat.
"Bisa saja akibat statement itu ada masyarakat yang tetap khawatir dan waspada, namun akibat pernyataan lainnya bahwa Covid-19 terkendali, bisa jadi mereka malah menjadi kurang waspada," kata Didi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/7/2021).
Bahkan Didi menyebut pernyataan Luhut Pandjaitan yang tidak firm terkait Covid-19 dengan statement berbeda-beda bisa buat sesat rakyat.
Ia pun merinci sejumlah peryataan Luhut tersebut.
Pertama, penambahan kasus melandai setelah tanggal 12 Juli 2021. Kedua, klaim situasi terkendali dan ketiga Covid-19 varian Delta sulit dikendalikan.
Terlepas itu varian sebelumnya atau varian delta, kata Didi, yang pasti berdasarkan fakta yang ada kasus Covid-19 yang terdeteksi meroket hingga hampir 57 ribu kasus bukankah itu menunjukkan keadaan sudah memburuk.
"Jangan-jangan lebih dari itu jika swab lebih luas lagi dilakukan," imbuhnya.
Berkaca pada data terbaru yang terdeteksi, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia per 15 Juli 2021 mencapai 56.757 kasus dengan rata-rata penambahan kasus baru dalam seminggu terakhir 41.521.
Sedangkan kasus kematian berjumlah 982 kasus dengan 900 kematian rata-rata dalam 7 hari terakhir.
Bandingkan dengan kasus baru di Amerika Serikat sejumlah 20,450 kasus dengan jumlah kematian 211, India saat ini kasus baru mencapai 38,792 dengan kematian 624.
Brazil sebagai negara di Amerika Latin dengan kasus baru tertinggi mencapai 17,031 kasus, jumlah penduduknya yang mati karena Covid-19 mencapai 745.
Hampir sama dengan Russia dengan kasus kematian sejumlah 786 dan kasus baru 23,827.
Baca juga: Luhut Bicara soal Perpanjangan PPKM Darurat serta Skenario Terburuk jika Kasus Covid Tembus 100 Ribu
"Kita bisa melihat sendiri kondisi nyata di lapangan, bahwa masyarakat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai dalam situasi darurat ini. Akibatnya, kematian banyak terjadi pada saat isolasi mandiri," terangnya.
Selain itu, ia juga menyoroti soal kematian di rumah sakit juga meningkat akibat pasien datang ke rumah sakit dengan kondisi kritis dan butuh penanganan segera.
Namun penanganan tidak bisa dilakukan secara maksmial karena jumlah ruang ICU tidak mencukupi, kekurangan pasokan oksigen, tenaga nakes terbatas.
Fakta lainnya, masyarakat kesulitan membeli obat-obatan khusus Covid-19 dan kalaupun ada jumlahnya terbatas dan harganya sangat mahal.
Belum lagi tabung oksigen yang langka sehingga harga jadi meroket sangat tinggi.
"Sangat disayangkan pemerintah tidak mampu mengendalikan situasi lapangan tersebut dengan baik," katanya.
Dari fakta yang ada jumlah kasus baru dan kematian akibat virus Corona trennya terus meningkat tinggi menunjukkan bahwa kondisi Covid-19 Indonesia memang tidak terkendali.
Oleh karenanya, pemerintah harus jujur jangan memberi kesan kepada rakyat seolah-olah Indonesia baik-baik saja.
Baca juga: Warga Koja Jaktim Antusias Ikut Vaksinasi Covid-19 di Kantor Diskes Kolinlamil
"Jika pemerintah tidak transparan maka akan bisa fatal, sehingga rakyat menganggap ini hal biasa bukan hal gawat. Akibatnya penyebaran dan kematian terus makin meningkat," tegasnya.
Menurut Didi, langkah pemerintah harus jelas, terukur dan berdampak. Hentikan memainkan psikologi rakyat, membuat framing dengan statement-stament yang menyebutkan bahwa kasus Covid-19 bisa dikendalikan, bahwa Indonesia baik-baik saja.
"Padahal bisa kita lihat sudah ada negara-negara yang mulai menarik warga negaranya dari Indonesia, khawatir keselamatan jiwanya. Apakah fakta-fakta ini tidak cukup untuk mengatakan keadaan sudah genting?" ungkapnya.
"Alangkah baiknya meningkatkan langkah-langkah penanganan secara strategis bukan sekadar seremonial. Langkah yang bisa dilakukan mulai dari penyiapan fasilitas kesehatan, optimalisasi nakes serta percepatan vaksinasi," kata dia.