Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkap penyebab timbulnya polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Satu di antaranya karena Indonesia tidak memiliki mekanisme peralihan pegawai.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng memaparkan, proses peralihan status dari pegawai lembaga menjadi ASN baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia, yaitu KPK.
Tetapi belum ada mekanisme yang jelas terkait proses peralihan tersebut.
Karena itu, Robert meminta pemerintah menggodok mekanisme peralihan untuk ke depannya.
"Harus saya sampaikan di depan bahwa hari ini kita tidak punya mekanisme yang namanya peralihan, yang ada itu mekanisme seleksi, CPNS ke PNS atau dari orang yang belum PNS menjadi PNS. Tapi mekanisme seleksi yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014," ujar Robert dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: Ombudsman: KPK Tak Patut Nonaktifkan 75 Pegawai, Abaikan Arahan Jokowi
"Padahal, kalau membaca substansi, walaupun Ombudsman tidak masuk ke penilaian substansi, terkait mandat dari UU 19 dan PP 41, ini bukan seleksi, ini konversi. Ini bukan perekrutan, tapi ini peralihan," sambungnya.
Robert menjelaskan, aturan yang ada di Indonesia selama ini hanya menjelaskan terkait mekanisme seleksi atau perekrutan.
Sementara terkait peralihan dari pegawai lembaga menjadi ASN, kata dia, belum ada.
Baca juga: ICW: KPK Memberangus Demokrasi karena Laporkan Aksi Penembakan Sinar Laser ke Polisi
Karenanya, Robert meminta itu menjadi catatan penting pemerintah untuk ke depannya.
"Ini memang yang juga sangat penting, karena hari ini masih banyak lembaga negara yang independen atau komisi negara atau lembaga non-struktural yang memiliki pegawai sendiri, yang punya sistem kepegawaian sendiri, yang kalau ada wacana peralihan seperti ini, maka pemerintah penting menyiapkan instrumen atau sebagainya dalam bentuk roadmap, sehingga kita berharap apa yang terjadi di KPK tidak berulang di masa mendatang," katanya.