TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan generasi muda dan milenial memiliki peran strategis sebagai pelopor masyarakat digital di Indonesia.
Hal ini dilihat dari mayoritas generasi Y atau milenial yang paling mendominasi sebagai pengguna media sosial dari total penduduk yang ada di Indonesia.
Demikian salah satu kesimpulan dari hasil webinar bertajuk Milenial Sebagai Pelopor Masyarakat Digital yang diselenggarakan DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta, Jumat (23/7/2021).
Acara yang diikuti 150 mahasiswa dari wilayah Sumatera Utara dan sebagian wilayah Jabodetabek melalui zoom itu menghadirkan Ketua Komisi 1 DPR Meutya Hafid sebagai keynote speaker, serta dosen vokasi UI, Dr Devie Rahmawati serta Co-founder Thirty Days of Lunch Podcast, Fellexandro Ruby sebagai narasumber.
Baca juga: Meutya Hafid: ASEAN Leaders Meeting Berikan Solusi Konkrit Bagi Myanmar
Dalam paparannya, Meutya Hafid yang juga politisi perempuan Partai Golkar itu mengatakan dari hasil studi google tahun 2018, Indonesia akan menjadi pemain ekonomi digital terbesar di ASEAN pada tahun 2025.
"Ini relate dengan laporan dari We Are Social pada 2021 yang mencatat rata-rata adopsi e-commerce secara global adalah 78,6 persen. Sementara ada 88,1 persen pengguna internet di Indonesia yang menggunakan layanan e-commerce untuk membeli produk. Dengan kata lain, presentase tersebut merupakan yang tertinggi di dunia," ujarnya.
DPR sendiri, lanjut Meutya Hafid mendorong pemerintah dalam hal ini Kominfo untuk mempercepat infrastuktur digital guna memberikan akses internet ke daerah-daerah terpencil sehingga masyarakat mempunyai akses yang lebih besar terhadap perkembangan informasi dan teknologi.
Sementara itu, dosen vokasi UI, Devie Rahmawati mengatakan ada budaya digital yang kini menjangkiti masyarakat sebagai sebuah budaya baru yang bertolak belakang dengan budaya yang selama ini ada di kehidupan sehari-hari.
Karakteristik masyarakat masa kini ialah sangat banyak menerima informasi. Jika dulu untuk melakukan riset saja harus pergi ke berbagai kampus dan dicatat semua informasi yang didapat.
"Sekarang informasi, istilahnya tumpah ke kita malah yang akhirnya jadi masalah. Semakin lemah budaya kurasi, kita tidak tahu mana yang benar, bingung karena semua informasi kita dapatkan," kata Devie.