TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos), Juliari Peter Batubara menyatakan segera mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan 11 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Persidangan agenda pembacaan pleidoi akan dilanjutkan pada Senin 9 Agustus 2021 mendatang.
"Saya akan mengajukan pembelaan," kata Juliari yang dihadirkan secara daring, Rabu (28/7/2021).
Sementara itu, kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail mengatakan telah menyiapkan surat pembelaan atas tuntutan jaksa KPK tersebut.
Salah satu poin yang akan disanggah yakni terkait penerimaan uang dari PT Bumi Pangan Digdaya yang ia sebut tak pernah didengar selama persidangan bergulir.
Selain itu, Maqdir menyebut tuntutan jaksa lebih kepada asumsi yang hanya merujuk kesaksian Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
"Kami sudah menyiapkan pembelaan yang hendak kami sampaikan terutama berkaitan misalnya tadi kita tidak pernah dengar adanya uang," kata Maqdir.
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Eks Mensos Juliari Batubara Dihukum 11 Tahun Penjara
"Apa yang disampaikan Penuntut Hukum lebih banyak berdasarkan asumsi keterangan MJS dan AW tanpa mempertimbangkan keterangan saksi yang lain. di hadapan persidangan kita mendengar sejumlah saksi bahwa uang yang mereka serahkan ke MJS Rp7 miliar atau Rp6 miliar, tapi tuntutan ini seolah-olah ada uang Rp32 miliar," ujarnya.
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dituntut 11 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK menyatakan, Juliari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan bansos sembako Covid-19 Jabodetabek Tahun Anggaran 2020.
Terdakwa disebut telah melakukan perbuatan korupsi bersama anak buahnya, yakni Komisi Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan. Sebagai perintah supaya terdakwa tetap ditahan, dan denda sebesar 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut Juliari membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar.
Bila tak diganti dalam waktu sebulan setelah hukuman inkrah, maka harta benda Juliari dapat dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut. Jika masih kurang, maka diganti dengan pidana penjara 2 tahun.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000 jika tidak diganti sebulan sesudah hukuman telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya bisa dilelang, bila tak mencukupi dipidana 2 tahun," ujarnya.
Adapun dalam menjatuhkan tuntutannya, JPU mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan.
Terhadap hal memberatkan, Juliari selaku Menteri Sosial dinilai tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan mepotisme.
Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19.
Juliari juga dianggap berbelit - belit dalam memberikan keterangannya.
Juliari juga tidak mengakui perbuatannya. Sementara hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
"Perbuatan terdakwa dilakukan saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19," ujar jaksa.
Berdasarkan fakta hukum di persidangan, terungkap bahwa terdakwa Juliari menerima uang fee Rp32,48 miliar melalui saksi Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dari PT Tigapilar Agro Utama, PT Pertani dan perusahaan lainnya atas penunjukan vendor penyedia paket bansos sembako.
Juliari dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancaman pidana dalam Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwan ke-1.