TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Papua mengecam keras tindakan arogansi, rasisme, dan diskriminatif yang dilakukan oleh dua oknum anggota Polisi Militer TNI AU yang bertugas di Merauke, Papua.
Berdasarkan video yang beredar, kedua Polisi Militer TNI-AU tersebut diketahui melakukan aksi brutal terhadap seseorang penderita tuna wicara.
Keduanya terlihat membentak, mencekik, hingga menginjak kepala orang itu di tepi jalan.
Menyoroti hal itu, anggota Tim Advokasi Papua Michael Himan menyatakan, perlakuan tersebut jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Itu dijamin dalam pelbagai undang-undang, salah satunya dalam Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang berbunyi 'Setiap orang berhak untuk bebas dari penilaian, penghukuman, atau yang kejam, tidak manusiawi, derajat dan martabat kemanusiaannya'," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/7/2021).
Baca juga: Istana Pastikan Anggota TNI AU yang Injak Kepala Warga Papua akan Diproses Hukum
Sebagai aparat keamanan negara, anggota TNI-AU kata Himan, seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Akan tetapi, tindakan kedua oknum tersebut dinilai tidak manusiawi bahkan tidak beradab, apalagi yang melakukan merupakan anggota TNI.
"Tindakan yang tidak manusiawi dan tidak beradab sebagai anggota TNI tersebut bertentangan dengan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU TNI," tuturnya.
Di mana bunyi pasal 7 ayat (1) Undang-Undang TNI kata Himan yakni, 'Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara'.
Lebih lanjut, tindakan rasis dan pendekatan represif yang dilakukan itu, kata dia, tidak hanya mengakibatkan sakit secara fisik terhadap korban.
Akan tetapi, juga semakin menambah daftar panjang tindakan diskriminatif aparat keamanan terhadap Orang Asli Papua (OAP).
"Melalui pernyataan ini, kami dari Tim Advokasi Papua menilai kedua anggota Polisi Militer TNI-AU secara langsung telah mengusik hak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM," tuturnya.
Lanjut Himan, tindakan itu juga telah menunjukkan adanya tindakan diskriminatif berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis.
"Kami dari Tim Advokasi Papua mendesak dan mempertanyakan sejauh mana penyelesaian kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Militer TNI, praktik kekerasan dan perbuatan merendahkan martabat terhadap orang papua akan terus terjadi selama praktik Impunitas terus dipelihara," tukasnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto merespons terkait insiden kekerasan yang melibatkan dua oknum TNI AU di Merauke pada Selasa (27/7/2021).
Hadi mengatakan dua oknum anggota tersebut sudah ditindak.
Setelah itu, kata dia, kedua oknum TNI tersebut akan dimutasi dari Merauke.
"Dua anggota sudah di tindak, setelah itu akan dimutasi dari Merauke," kata Hadi ketika dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (27/7/2021).
Hadi juga mengatakan Komandan Lanud Johannes Abraham Dimara Merauke telah meminta maaf kepada warga yang bersangkutan serta kepada orang tuanya.
"Danlanud sudah minta maaf kepada orang tuanya dan kepada yang bersangkutan," kata Hadi.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo juga telah meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan dua oknum anggota TNI AU terhadap seorang warga di Merauke pada Selasa (27/7/2021).
Tidak hanya meminta maaf kepada korban, namun Fadjar juga meminta maaf kepada keluarga korban serta seluruh masyarakat Papua atas insiden tersebut.
"Saya selaku Kepala Staf Angkatan Udara ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua khususnya warga di Merauke, terkhusus lagi kepada korban, dan keluarganya," kata Fadjar dalam tayangan di akun Instagram resmi TNI AU, @militer.udara, pada Selasa (27/7/2021).
Fadjar mengatakan insiden tersebut terjadi semata-mata memang karena kesalahan dari anggotanya.
Ia juga memastikan tidak ada perintah kedinasan terkait insiden tersebut.
"Kami akan mengevaluasi seluruh anggota kami dan juga akan menindak secara tegas terhadap pelaku yang berbuat kesalahan. Sekali lagi saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang setinggi-tingginya. Mohon dibuka pintu maaf," kata Fadjar.
Diberitakan sebelumnya sebuah video yang memperlihatkan tindakan dua oknum anggota TNI Angkatan Udara (AU) terhadap seorang warga Papua diduga tuna wicara beredar di media sosial.
Video berdurasi 1 menit 21 detik itu diunggah oleh jurnalis Victor Mambor di akun Twitternya @victormambor, Selasa (27/7/2021).
Dalam video itu, seorang pria, warga Papua yang diduga tuna wicara tampak ribut di sebuah warung.
Sesaat kemudian tiba dua anggota TNI AU.
Di situ, dua anggota TNI AU itu kemudian melumpuhkan pria tersebut.
Namun, salah satu anggota TNI AU itu tampak menginjak kepala pria itu dengan sepatunya.