News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Bansos Covid di Kemensos

Wacana Hukuman Mati Juliari Batubara yang Tak Direalisasikan KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) sembako Covid-19 Eks Menteri Sosial RI Juliari Peter Batubara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (21/6/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kendati Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sempat menyatakan adanya potensi menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dengan pasal hukuman mati, tetapi pada akhirnya tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) jauh lebih ringan.

Dalam sidang lanjutan perkara suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang berlangsung Rabu (28/7/2021), JPU KPK meminta majelis hakim agar menghukum Juliari 11 tahun penjara, ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. 

Pasal yang dipakai KPK seputar pidana suap pejabat pemerintahan, yakni pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999, ditambah pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Menurut jaksa, politikus PDIP itu menerima uang sebesar Rp32,4 miliar dari para rekanan penyedia bansos. 

Baca juga: Dulu Heboh Wacana Hukuman Mati, Kini Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara, Juliari Dituntut 11 Tahun

Juliari menyalahgunakan wewenang sebagai menteri, untuk meminta “jatah” supaya memuluskan perusahaan rekanan terlibat program bansos penanganan pandemi COVID-19 pada 2020.

Juliari terbukti memerintahkan anak buahnya di Kemensos, yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, mengutip fee senilai Rp10 ribu per paket bansos sembako ke para rekanan penyedia bansos COVID-19.

Seluruh uang itu kemudian disetor ke Juliari.

“Juliari Batubara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata JPU KPK Ikhsan Fernandi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Jaksa sekaligus menuntut agar Juliari juga dijatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara akibat suap yang dia jalankan. 

Apabila Juliari tidak mampu membayar setelah satu bulan putusan tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.557.450.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," kata jaksa Ikhsan.

Di luar hukuman badan, jaksa sekaligus meminta pencabutan hak politik Juliari, sehingga dia tidak boleh berkarir di politik atau menjadi pejabat publik, selama minimal empat tahun setelah masa pidana pokok.

Satu-satunya aspek meringankan yang dipakai jaksa, adalah kenyataan Juliari selama ini belum pernah dihukum atas kasus apapun. 

Perbuatan Juliari selama menjabat menteri sosial dianggap jaksa tidak mendukung program mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, terdakwa tidak berterus terang atas perbuatannya, perbuatan terdakwa terjadi saat kondisi darurat pandemi COVID-19,” urai jaksa.

Melalui tuntutan ini, KPK memilih tidak menerapkan pasal 2 atau 3 UU Tipikor, yang membuka kemungkinan pidana mati bagi pelaku korupsi. 

Pada pasal 2 ayat 2 beleid tersebut, dijelaskan bahwa tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, seperti saat darurat COVID-19, sebetulnya pidana mati dapat dijatuhkan.

Ketua KPK Singgung Hukuman Mati

Ketua KPK Firli Bahuri lewat keterangan tertulis Maret 2021, sempat menyinggung kemungkinan pemakaian tafsir pidana mati untuk kasus eks-mensos. 

Kasus Juliari dia akui amat mencederai kepercayaan publik, lantaran suap bansos berlangsung di tengah darurat pandemi. 

Dalam beberapa kesempatan berbeda, Firli kerap mengancam semua pejabat agar tak menyalahgunakan bantuan sosial, sebab ancaman hukumannya adalah mati. 

Namun Firli buru-buru memberi penafian, bahwa perlu pembuktian mendalam dan amat lengkap untuk menetapkan tuntutan pidana terberat bagi politikus 49 tahun itu.

“Benar secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan," kata Firli. 

“Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat 1 juga harus terpenuhi," imbuhnya.

Belas Direktur KPK Sujanarko menilai ada yang menarik dari tuntutan JPU KPK terhadap Juliari Batubara. 

Menurut pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) ini, besarnya tuntutan tak sesuai dengan klaim yang pernah disampaikan Firli Bahuri sebelumnya.

"Dasar besarnya tuntutan ini tidak sesuai dengan yang disampaikan Firli bahwa korupsi COVID-19 ini bisa dituntut hukuman mati," kata Sujanarko lewat keterangan tertulis, Rabu (28/7/2021).

Sujanarko mengatakan KPK pada periode lalu pun pernah menuntut 20 tahun penjara dan seumur hidup terhadap terdakwa korupsi. 

"Ingat ini korupsi bansos yang membuat banyak masyarakat menderita," kata Sujanarko.

Koruptor yang pernah dituntut KPK untuk hukuman 20 tahun penjara misalnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar pada 2012. 

Sedangkan yang dituntut seumur hidup yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2014. 

Melihat tren putusan pengadilan belakangan ini, Sujanarko mengaku khawatir vonis terhadap Juliari Batubara tak sebanding dengan tingkat kejahatannya. "Sangat khawatir," kata dia.

Sujanarko juga menyinggung pihak lainnya dalam perkara korupsi bansos COVID-19 yang belum diproses hukum. 

Dia mengatakan komisi antirasuah mesti segera menetapkan pihak-pihak terkait itu sebagai tersangka.

"KPK tak boleh ragu-ragu terkait penanganan kasus bansos ini karena telah banyak menyusahkan masyarakat," katanya.

Sementara, mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tuntutan 11 tahun terhadap Juliari tidak mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19.

"Di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini, tuntutan untuk terdakwa korupsi bansos COVID-19 hanya 11 tahun saya rasa tidak bisa mengobati penderitaan masyarakat yang menjadi korban korupsi bansos," kata Febri melalui keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).

Febri lantas membandingkan tuntutan tersebut dengan ancaman pidana maksimal penjara seumur hidup atau 20 tahun sebagaimana Pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikenakan terhadap Juliari.

"Jauh sekali dari ancaman maksimal. Tuntutan tersebut gagal menimbang rasa keadilan korban bansos COVID-19," imbuhnya.

Ia menambahkan, lembaga antirasuah juga mempunyai pekerjaan rumah untuk mengusut pihak lain yang diduga terlibat dan mendapat keuntungan.

"Kita ingat penanganan kasus ini memunculkan sejumlah kontroversi, mulai dari nama-nama politikus yang muncul tapi tidak jelas proses lanjutannya, sampai pada para penyidik bansos yang disingkirkan menggunakan alat TWK yang bermasalah secara hukum," kata Febri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini