News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi Bansos Covid di Kemensos

Bekas Anak Buah Juliari Ternyata Pernah Diminta Hilangkan Barang Bukti

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (Bansos) Covid-19.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial RI (Kemensos) Matheus Joko Santoso mengungkapkan, pernah diperintah untuk menghilangkan barang bukti perkara dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Pernyataan itu diungkapkan Joko dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap bansos beragendakan pemeriksaan saksi mahkota di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Joko dihadirkan secara virtual.

Baca juga: Mengaku Takut, Eks Pejabat Kemensos Berniat Mundur dari Jabatan sebelum Terjaring OTT Korupsi Bansos

Mulanya, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan kepada Joko terkait dengan perintah menghilangkan barang bukti tersebut.

"Pernah ada perintah untuk menghilangkan barang bukti misalnya catatan, laptop atau mengganti atau mungkin handphone," tanya jaksa dalam ruang sidang.

Baca juga: Matheus Sudah Tahu Praktiknya Sedang Dipantau Penegak Hukum Sejak Putaran Kedua Penyaluran Bansos

Menjawab pertanyaan tersebut, Joko menceritakan kronologinya.

Kata dia, saat itu dirinya diminta untuk datang ke ruangan Adi Wahyono di Kemensos yang dalam perkara ini juga terlibat sebagai terdakwa.

Joko mengatakan, perintah untuk menghilangkan barang bukti pernah dilayangkan oleh Erwin Tobing dan Kukuh Ariwibowo.

Baca juga: Menko PMK Ingatkan Tidak Boleh Ada Pemotongan Bansos

Diketahui keduanya merupakan eks Staf Khusus terdakwa Juliari Batubara saat menjabat sebagai Menteri Sosial RI.

"Dari pak Adi atau dari Erwin Tobing (perintah) tadi, pernah gak?," tanya jaksa.

"Waktu itu di hari Minggu siang saya dari Bandung dipanggil ke Jakarta, di ruang pak Adi Wahyono disitu sudah berkumpul dengan pak Kukuh, (saya) diminta untuk menghilangkan barang bukti atau pun ada catatan-catatan dan seterusnya," jawab Joko secara virtual.

Hanya saja kata Joko, dirinya tidak memiliki banyak barang bukti termasuk catatan di laptop maupun di handphone.

Joko baru memiliki catatan di sebuah tabel administrasi yang dibikin oleh dirinya sendiri. Sebab, saat itu kata dia baru sedikit transaksi yang masuk ke Kemensos terkait dengan pengadaan bansos oleh para vendor.

"Tapi karena saya tidak pernah punya data karena pada waktu itu juga belum terlalu banyak transaksi pemberian dan seterusnya, jadi saya tulis di tabel administrasi dalam bentuk tanda saja, 'oh ini sudah ini sudah' begitu, saya tidak sampai menghilangkan atau menghancurkan barang bukti," ucapnya.

Tahu Proyeknya Terendus Penegak Hukum

Dalam persidangan, Matheus Joko Santoso juga mengatakan, sudah mengetahui kalau praktik penyalahgunaan pengadaan bansos ini sudah dipantau oleh penegak hukum.

Dirinya mengungkapkan, proyeknya terendus oleh jajaran penegak hukum KPK itu diketahui pihaknya sejak putaran kedua penyaluran bansos di wilayah Jabodetabek.

Sebelum akhirnya para terdakwa termasuk eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Hal itu bermula saat jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan kepada Joko terkait ada atau tidaknya kabar soal pemantauan dari penegak hukum atas praktik pengadaan bansos itu.

Terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 yang juga mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara (tengah) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (21/4/2021). Sidang beragendakan pembacaan dakwaan terkait kasus yang juga menyeret dua terdakwa lainnya, mantan pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

"Ada gak berita ataupun kabar bahwasanya kegiatan ini sudah di pantau aparat penegak hukum?," tanya jaksa KPK dalam persidangan, Jumat (6/8/2021).

"Iya ada (berita terkait hal tersebut)," jawab Joko.

Lantas jaksa KPK menanyakan kembali perihal kapan pihaknya mulai mengetahui kalau penegak hukum tengah mengendus praktik penyelewengan pengadaan bansos Covid-19 ini.

Kepada jaksa, Joko menyebut hal itu diketahui sekitar putaran kedua program penyaluran bansos.

"Kapan saudara mendengar bahwasanya kegiatan ini sudah dipantau?," tanya lagi jaksa.

"Mulai sekitar putaran dua pak Jaksa," kata Joko.

Mengetahui hal tersebut, Joko dalam persidangan mengaku sempat berniat untuk mengakhiri tanggung jawabnya sebagai PPK di Kemensos.

Tak hanya dirinya, terdakwa Adi Wahyono juga memiliki niatan yang sama untuk mengakhiri tugasnya sebagai pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Kementerian Sosial.

"Waktu itu juga saya bersama pak Adi sudah berniat untuk mengakhiri tugas kami, saya sebagai pimpinan dan pak adi sebagai kpa, waktu itu pak adi juga sering menanyakan ke pak Sekjen ini sudah terlalu lama, gak biasanya seperti itu," tuturnya.

Jaksa kembali menanyakan kepada Joko terkait dengan sumber dari informasi adanya pemantauan itu, Joko mengatakan berita tersebut juga pernah disampaikan oleh Adi Wahyono.

"Saya pada waktu itu melalui pak Adi juga pernah disampaikan juga ada kabar dari pak adi kabar juga dari pihak yang lain," ucapnya.

"Saya bilang juga ke pak Adi, kalau bapak tidak lagi sebagai KPA saya juga mau mundur, saya takut juga saya bilang pak seperti itu," imbuh Joko.

Diketahui, dalam perkara ini, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso didakwa memungut komitmen fee dari vendor penyedia bansos.

Uang itu dari potongan fee bansos Rp 10 ribu per paket yang dikumpulkan atas perintah Juliari Peter Batubara.

Adapun total uang yang berhasil dikumpulkan sebesar Rp 32,48 miliar dari berbagai perusahaan.

Penerimaan uang itu berkaitan dengan pengadaan bansos berupa sembako dalam rangka penanganan Covid-19 di Kemensos.

Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum Harry Van Sidabukke senilai Rp 1,28 miliar.

Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp1,95 miliar.

Sementara uang Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.

Uang dugaan suap itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19.

Di antaranya yakni, PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini